"Pemilihan Ibu Muda Berkarya
Prov.Kep.Babel2012 Dalam rangka memperingati Hari Ibu". trims kepada
Pemerintah Prov.Kep.Babel, PKK dan Dharmawanita Prov Kep.Babel,Yayasan
Bangka Buana Cipta selaku penyelenggara". Trims kepada Ibu Yayasan Bunda
Fifi,bunda 2011 bunda Eka, semua finalis bunda 2011 dan 2012.semoga
Bunda 2013 lebih baik.amin. Andakah Bunda selanjutnya ? ikuti jejak kami
dan ikuti event IMB 2013. mari terus berkarya. Salam "bunda 2012 bunda
Lu-She Liu"
PERMASALAHAN
KEMISKINAN DI INDONESIA
Oleh :
LUSIANA ( 402 0711
014 )
PROGRAM STUDI
SOSIOLOGI
FAKULTAS HUKUM DAN
ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS BANGKA
BELITUNG
TAHUN
2010
I.
Pendahuluan
Kemiskinan bukanlah permasalahan baru
bagi setiap negara yang ada di dunia. Hanya saja tergantung dari peran
Pemerintah Negara itu sendiri dalam menyikapi dan meanggulangi permasalahan
kemiskinan tersebut. Dalam setiap pembangunan suatu negara, pemerataan di
segala bidang menjadi tujuan utama dalam mensejahterakan masyarakatnya agar
tercapai suatu keadaan yang disebut dengan “Masyarakat Madani”. Untuk mencapai
hal ini, maka di butuhkan sistem pemerintahan yang Pro pada kepentingan
masyarakatnya. Bukan hanya sekedar mencapai tujuan pribadi dan kelompoknya di
atas penderitaan masyarakat yang berkelanjutan. Selain sistem pemerintahannya,
harus di dukung pula dengan wakil rakyat yang memang benar-benar menepati
sumpah jabatannya pada saat di lantik. Sesuai dengan janjinya di hadapan orang
banyak bahwa yang bersangkutan akan melaksanakan tugasnya untuk mencapai
kemakmuran masyarakatnya, bukan memakmurkan keluarganya agar bisa hidup di atas
kemewahan materi dan menikmati stratifikasi sosialnya semasa bertugas.
Di Indonesia, pengentasan kemiskinan
merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional. Namun, faktanya bahwa ini
menjadi masalah klasik yang tak kunjung ada akhirnya. Harapan besar masyarakat
Indonesia kelas bawah yaitu pemerataan di segala bidang dan berakhirnya
penderitaan kemiskinan yang mereka alami. Untuk itu, menjadi pertanyaan besar
yang menjadi bahan pemikiran kita bersama, mampukah permasalahan kemiskinan di
Indonesia ini di selesaikan atau pun di minimalisirkan ? Berikut ini akan
Penulis paparkan sedikit tentang kemiskinan di Indonesia dan memberikan
solusinya, semoga bermanfaat untuk bahan diskusi kita bersama.
II.
Identifikasi
masalah
Masyarakat
Indonesia selalui di hantui oleh rasa takut akan kemiskinan, untuk tidak jatuh
pada ranah tersebut banyak orang yang menghalalkan segala cara untuk memerangi
kemiskinan. Kemiskinan yang bagaimana yang di maksud ? Mari kita bahas bersama.
Miskin
menurut pengertian dari Kamus Ilmiah Populer susunan Pius A Partanto dan
M.Dahlan Al Barry adalah tidak berharta ( hartanya tidak mencukupi kebutuhannya
), serba kekurangan. Ini merupakan
kemiskinan yang akan kita bahas, namun di samping itu istilah kemiskinan juga
dipergunakan dalam berbagai kalimat seperti kemiskinan moral dan kemiskinan
intelektual. Potret kemiskinan dapat kita lihat dari kekurangan materi yang
melanda masyarakat, diantaranya kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan sandang,
pangan, dan papan atau perumahan.
Orang-orang
yang bagaimana yang di kategorikan miskin ? apakah orang-orang yang tidak
bekerja atau pengangguran ? tidak hanya itu saja, menurut penulis orang-orang
yang bekerja pun dapat di kategorikan miskin seperti orang-orang yang
pekerjaannya hanya menjadi pedagang koran, pemulung, pedagang kaki lima, supir
angkutan umum, buruh pabrik, buruh pelabuhan, tukang parkir, dan lain
sebagainya yang penghasilannya tidak tetap dan bahkan berada di bawah UMR (
Upah Minimum Regional ). Kaum seperti mereka ini rasanya pantas apabila
mendapatkan BLT ( bantuan langsung tunai), beda lagi dengan orang-orang yang
bekerja dengan penghasilan diatas rata-rata dan teratur setiap bulannya dari
perusahaan ternyata masih juga mengharap BLT. Apakah mereka tergolong orang
yang miskin ? Ini namanya sengaja menjerat diri dalam ranah kemiskinan hanya
untuk mendapatkan sedikit materi dari Pemerintah, selalu saja merasa tidak
cukup atau tidak puas dengan keadaan yang telah di perjuangkannya. Kategori
miskin lainnya selain dari jenis pekerjaan dan penghasilannya juga dapat di
lihat dari tingkat kemampuannya dalam pemenuhan kebutuhan pokok keluarganya
seperti sandang, pangan, dan papan ( perumahan ). Dapat kita lihat fenomena di
sekeliling kita, banyak anak yang putus sekolah karena orang tuanya tidak mampu
untuk membiayai pendidikan anaknya. Masalah lainnya seperti kemampuan dalam
pemenuhan gizi, jangan kan memikirkan gizi, makan saja terkadang hanya dua kali
sehari bahkan ada yang hanya satu kali sehari. Kategori lainnya yaitu
orang-orang yang tidak punya rumah dan orang-orang yang rumahnya jauh dari kata
layak huni seperti lantainya yang masih dari tanah atau bahkan atapnya pun dari
daun rumbia, dengan fasilitas yang kurang terjamin sanitasinya. Perumahan yang
layak masih menjadi suatu angan-angan saja bagi orang-orang miskin, beda sekali
kategori layak yang ada dalam pemikiran Pemerintah. Di katakan layak namun jauh
dari layak. Jadi, intinya mereka masih belum menikmati fasilitas agar jauh dari
kategori orang-orang miskin.
Yang menjadi pemikiran penulis, saat ini masyarakat
banyak mengaku miskin padahal mampu untuk kredit motor dan alat-alat elektronik
lainnya hanya untuk mendapatkan bantuan dari Pemerintah seperti BLT ( bantuan
langsung tunai ), zakat fitrah, Raskin ( beras miskin ) dan bantuan lainnya. Jangan
mau mengkatogorikan diri sebagai orang miskin. Apa sebab dari kemiskinan ?
kemiskinan diantaranya di sebabkan oleh :
1.
Sistem yang tidak merata oleh Pemerintah
yang memegang kekuasaan, pengentasannya yaitu dengan cara merubah sistem yang
berlaku tersebut.
2.
Karena malas, tidak ada etos kerja,
cepat merasa puas, tidak terampil, dan seterusnya. Cara mengentaskan yaitu
dengan mengubah sifat pribadi yang negatif dengan sifat-sifat yang positif,
konstruktif dan produktif, sehingga menjadi orang mapan dan sejahtera. Cara
berpikir rasional harus di tumbuhkan, mau bekerja keras, tidak mudah putus asa,
terampil dan terus menerus menambah pengetahuan dan penguasaaan teknologi. Hal
ini tentunya harus juga di dukung oleh Pemerintah dengan cara memberikan
pendidikan yang layak, pelatihan, dan pinjaman modal yang produktif agar
masyarakat bisa merubah keadaan perekonomian yang mulanya di kategorikan miskin
berubah menjadi masyarakat yang lebih sejahtera.
3. Krisis ekonomi yang berkepanjangan, dampak dari
permasalahan krisis ekonomi ini diantaranya makin meningkatnya anak putus
sekolah, pengangguran karena di PHK oleh perusahaan, masyarakat yang menderita
gizi buruk, busung lapar dan bahkan ada yang makan “nasi aking”.
4. Selanjutnya juga disebabkan oleh masyarakat kategori
ekonomi kelas menengah ke atas yang kurang memiliki rasa empati dan apatis
terhadap orang-orang miskin di sekitarnya. Hal ini perlu kesadaran individu
agar bisa membuka diri untuk lebih peka dalam membantu sesama. Wujud dari rasa
empati dapat di lakukan secara individu maupun kolektif dengan cara di
koordinir. Pembayaran zakat dan bersedekah pada fakir miskin jangan hanya
menunggu saat bulan puasa saja, tetapi juga dapat di lakukan kapan saja agar
dapat meringankan beban sesama. Sikap kurangnya empati masyarakat dan apatisme
dapat menambah penderitaan kaum miskin sehingga terjadilah fenomena “bunuh
diri”. Agar permasalahan ini tidak terjadi tentunya dapat di sikapi dengan cara
lebih peka terhadap permasalahan yang di hadapi orang lain.
5. Kebijakan Pemerintah juga tentunya menjadi penyebab
kemiskinan, pada masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri dapat di lihat
usahanya dalam menyusun kebijakan untuk menanggulangi kemiskinan seperti Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 124 tahun 2001 tentang Komite Penanggulangan
Kemiskinan. Namun faktanya kemiskinan belum juga terselesaikan. Jadi perlu
adanya kebijakan pemerintah yang lebih konkrit lagi agar permasalahan
kemiskinan dapat di minimalisirkan bahkan di selesaikan. Pemerintah masih
tergolong lambat dan terkesan kurang serius dalam menanggapi masalah ini,
sehingga permasalahan kemiskinan di Indonesia belum atau bahkan tidak dapat di
selesaikan hingga saat ini. Sebenarnya Pemerintah sudah berusaha mengentas
kemiskinan dengan cara melaksanakan berbagai program seperti raskin ( beras
miskin ), dana Bos, BLT, pelatihan, dan sebagainya. Namun pelaksanaanya kurang efektif sehingga tidak
mencapai tujuan akhir dari program tersebut. Diantaranya di sebabkan oleh
praktek KKN ( Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme ).
6.
Kondisi Geografis yang sulit dijangkau untuk
memberikan bantuan juga menjadi salah satu penyebab kemiskinan yang tidak
terselesaikan, karena jalan yang masih turun naik bukit, hutan belantara,
menyeberangi sungai dan kondisi geografis lainnya yang menjadi salah satu
kendala pemerataan pemberian bantuan dan pembangunan. Hal ini dapat
berangsur-angsur di selesaikan dengan solusi yaitu membangun fasilitas jalan
dan angkutan yang baik agar dapat mendistribusikan bantuan.
7.
Bencana Alam seperti gempa bumi, tanah longsor,
banjir, tsunami di Aceh, dan peristiwa lumpur PT.Lapindo Berantas di Sidoardjo
Jawa Timur membuat masyarakat kehilangan harta bendanya sehingga mereka harus
mengulang kembali membangun perekonomian dari awal lagi. Bantuan pemerintah dan
masyarakat lainnya tidak cukup untuk membantu mereka dalam memulihkan materinya
seperti semula.
Permasalahan kemiskinan ini dapat kita jumpai di kota besar seperti Jakarta
yang menjadi Ibu Kota Negara dan juga di pedesaan di daerah Jawa dan Indonesia
bagian timur. Contohnya di Jakarta, dapat kita lihat di daerah kali Ciliwung,
Kali Angke, di sepanjang rel kereta api, dan bawah kolong jembatan. Padahal
Jakarta merupakan daerah yang dekat dengan pusat Pemerintahan Pusat, tetapi masih
saja kurang terjangkau dalam memberikan pelayanan yang lebih baik untuk
meminimalisir angka kemiskinan. Apalagi daerah lainnya yang jauh dari
jangkauan. Berbagai pekerjaan kaum miskin dapat kita lihat di kota-kota besar
seperti pemulung, pengamen, pedagang asongan, pedagang kaki lima, peminta-minta
atau nama lainya “Gepeng”.
Dampak permasalahan kemiskinan ternyata sangat kompleks, diantaranya yaitu :
1.
Pengangguran
Meningkatnya jumlah pengangguran menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat
menjadi menurun. Karena mereka tidak memiliki pekerjaan sehingga tidak memiliki
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya.
2.
Menurunnya daya saing Indonesia terhadap negara
lainnya
Buruknya pembangunan Sumber Daya Manusia menyebabkan melemahnya daya saing
Indonesia terhadap negara lainnya. Daya saing menjadi ukuran dalam mengetahui
kemampuan suatu negara dalam bersaing dengan negara-negara lainnya.
3.
Meningkatnya kriminalitas
Orang-orang yang menganggur atau pekerjaannya kurang mendapatkan
penghasilan akan menyebabkan dirinya melakukan tindakan kriminalitas yang dapat
merugikan orang lain. Diantaranya seperti perampokan, pencurian, pembunuhan,
penculikan, penipuan, pembobolan ATM bahkan juga cara-cara rapi lainnya seperti
melalui hipnotis, sms berhadiah, kupon berhadiah, menjadi makelar kasus,
makelar pajak dan lain sebagainya.
4.
Meningkatnya angka anak-anak putus sekolah
Masyarakat miskin pada umumnya terkendala biaya pendidikannya, untuk
mendapatkan pendidikan yang berkualitas maka konsekuensinya yaitu harus mau
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit atau mahal. Karena sekolah-sekolah yang
tergolong berkualitas biaya pendidikannya kurang mampu di jangkau oleh
masyarakat miskin. Akhirnya kondisi masyarakat miskin menjadi semakin terpuruk,
rendahnya pendidikan anak-anaknya akan mengurangi kesempatan dalam mendapatkan
pekerjaan yang layak dan merubah perekonomian keluarganya. Ini dapat
menyebabkan bertambahnya pengangguran karena tidak mampu bersaing di era
globalisasi.
5.
Menurunnya tingkat kesehatan masyarakat miskin
Kesehatan merupakan anugerah terindah dari Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan kesehatan kita dapat melakukan berbagai aktivitas. Orang-orang yang mampu
atau tergolong memiliki ekonomi kelas menengah ke atas memiliki jaminan
kesehatan yang memadai. Namun, bagi masyarakat miskin yang rentan dengan
penyakit sangatlah susah dalam mendapatkan fasilitas kesehatan, untuk berobat
ke puskesmas saja mereka terkendala masalah keuangan. Hampir setiap rumah sakit
dan pelayanan kesehatan lainnya menerapkan tarif pengobatan yang sangat mahal
dan tidak bisa di jangkau oleh masyarakat miskin. Kartu sehat ataupun surat
jaminan kesehatan masyarakat tidak berjalan efektif, surat keterangan tidak
mampu pun tidak menjadi bahan tolerir pihak rumah sakit. Sehingga mereka
mendapat pelayanan yang buruk.
6.
Konflik Sosial bernuansa SARA ( suku, agama, dan ras )
Salah satu contohnya seperti kasus etnis Dayak dan Madura di Kalimantan,
yang bertikai karena memperebutkan lahan pekerjaan. Hal ini salah satunya juga
di sebabkan oleh kondisi kemiskinan yang semakin akut dan pembangunan yang
tidak merata.
Tidak
ada manusia yang ingin terlahir dalam keadaan ekonomi terpuruk atau miskin, semua
orang ingin hidup layak dan mendapat pelayanan publik yang baik dari
Pemerintah. Untuk itu seharusnya kita harus bahu membahu dalam memberikan
bantuan pada yang membutuhkan, harus lebih peka terhadap penderitaan orang-orang
di sekeliling kita.
III.
Pembahasan
Jacobus Ranjabar, S.H., M.Si dalam
bukunya Perubahan Sosial dalam teori makro ( hal : 128-132, 2008 ) memaparkan
bahwa kemiskinan merupakan isnpirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan
bangsa dan motivasi fundamental dari cita-cita menciptakan masyarkat adil dan
makmur. Maka dari itu, pembangunan dengan sistem desentralisasi yang
berdasarkan Pancasila adalah pembangunan yang ingin membebaskan bangsa dan
rakyat Indonesia dari kemiskinan, dan pembangunan yang berorientasi dan
berkriteria pada nasib si miskin. Bila ditinjau secara umum penyebab dari
kemiskinan di Indonesia dapat dikategorikan dalam tiga unsur, yaitu :
1. Kemiskinan
yang disebabkan oleh “handicap” badaniah ataupun mental seseorang
2. Kemiskinan
yang di sebabkan oleh bencana alam
3. Kemiskinan
buatan
Selanjutnya
Jacobus Ranjabar pun memaparkan bahwa yang paling relevan adalah kemiskinan
buatan, yaitu buatan manusia yang dari manusia dan terhadap manusia pula. Hal
ini yang dinamakan kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang timbul oleh dan
dari struktur-struktur ( buatan manusia ), baik struktur ekonomi, politik,
sosial, dan kultur. Kemiskinan buatan itu timbulnya dan dimantapkan pula oleh :
by appeasement ( sikap nrimo/nasib )
dan by neglect ( tidak menghiraukan/pengabaian
atau anggap enteng, tidak urgen, malahan subversif ). Sikap ini terdapat pula
dalam masyarakat dan birokrasi. Padahal aparatur negara atau aparatur
pemerintah/birokrasi adalah “alat” yang harus mengabdi kepada negara dan
masyarakat. Birokrasi bukanlah hulubalang kekuasaan.
Untuk
di Indonesia sendiri, permasalahan kemiskinan tidak terselesaikan bisa juga
karena faktor yang di paparkan di atas. Pembangunan memang sudah berdasarkan
sistem desentralisasi, namun penerapannya belumefektif dan belum berdasarkan
Pancasila. Berikutnya juga karena faktor mental dari orang-orang miskin itu
sendiri yang makin memperparah keadaan perekonomian mereka, seperti sikap
malas, mudah putus asa, hanya berharap pada bantuan pemerintah saja, serta
kemisikinan buatan yang di kondisikan oleh oknum-oknum yang berada pada ranah
birokrasi, yang selalu menanggap bahwa kemiskinan itu adalah permasalahan yang
wajar-wajar saja dan merupakan masalah yang gampang di selesaikan. Ini lah yang
di namakan kemiskinan struktural tersebut.
Selanjutnya
dalam buku Sosiologi Suatu Pengantar ( hal : 320, 2009 ), Soerjono Soekanto
memaparkan bahwa dalam masyarakat modern yang rumit, kemiskinan menjadi suatu
masalah sosial karena sikap membenci kemiskinan itu sendiri. Seseorang merasa
miskin bukan karena kurang makan, pakaian, atau perumahan, tetapi karena harta
miliknya dianggap tidak cukup memenuhi taraf hidup yang ada. Hal ini terlihat
di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Seseorang dianggap miskin
karena tidak memiliki radio, televisi, atau mobil sehingga lama-kelamaan
benda-benda sekunder tersebut dijadikan ukuran bagi keadaan sosial-ekonomi
seseorang, yaitu apakah dia miskin atau kaya. Persoalan menjadi lain lagi bagi
mereka yang turut dalam arus urbanisasi, tetapi gagal mencari pekerjaan. Bagi
mereka pokok persoalan kemiskinan disebabkan tidak mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan primer sehingga timbul tuna karya, tuna susila, dan lain
sebagainya. Secara sosiologis, sebab-sebab timbulnya masalah tersebut adalah
karena salah satu lembaga kemasyarakatan tidak berfungsi dengan baik, yaitu
lembaga kemasyarakatan di bidang ekonomi. Kepincangan tersebut akan menjalar ke
bidang-bidang lainnya, misalnya pada kehidupan keluarga yang tertimpa
kemiskinan tersebut.
Jeremy Seabrook dalam Peter Beilharz di
bukunya Teori-teori Sosial ( hal : 322-324, 2002 ) memaparkan bahwa bencana
paling besar yaitu pemiskinan jiwa manusia, kealpaan terhadap indentitas
manusia, dan perbudakan terhadap kapasitas dan kreativitas manusia demi
pemujaan terhadap uang. Di negara-negara kaya di Utara, golongan “semi
proletariat” kini justru lebih banyak dibanding “proletariat” yang
sesungguhnya. Jadi, terdapat kelompok “kaum miskin baru” kedua yang dapat di
identifikasikan Seabrook sebagai “kelas pelayan” baru seperti kaum pekerja tak
terampil, musiman, tak terorganisir, yang ingin bebas dari beban kerja kasar,
baik buruh pabrik maupun buruh masak dan buruh rumah tangga yang kini memasuki
dunia kerja baru sebagai pelayan restoran, pengasuh anak, bandar judi, pembantu
rumah tangga, supir pribadi, penerima tamu, pengantar tamu, satpam, juru ketik,
pelayan toko, dan sebagainya.
Pendapat dari Soerjono Soekanto dan
Jeremy Seabrook dalam Peter Beilharz tersebut juga dapat kita lihat pada
kondisi saat ini, timbulnya masyarakat miskin kelas baru. Seseorang merasa
miskin bukan karena kurang makan, pakaian, atau perumahan, tetapi karena harta
miliknya dianggap tidak cukup memenuhi taraf hidup yang ada. Karena harta di
anggap sebaai suatu alat untuk mencapai kedudukan sosial yang lebih baik di
dalam masyarakat, agar adannya penghargaan dari masyarakat lainnya. Sehingga
tidak menutup kemungkinan untuk menghalalkan segala cara dalam mengumpulkan
harta tersebut seperti yang di lakukan para “Markus” dan “Makelar Pajak”. “Kaum
miskin baru” yang di katakan Jeremy Seabrook dalam Peter Beilharz pun terdapat
banyak di Indonesia, mereka juga tergolong orang-orang yang kurang bisa
memenuhi kebutuhan pokok hidupnya sehingga terkadang masih saja mengaku miskin
agar mendapatkan bantuan Pemerintah seperti BLT, Raskin, Uang zakat lainnya,
perumahan layak huni dan lain sebagainya. Jangan mau untuk mengaku miskin kalau
kita masih mampu berdiri di atas kaki sendiri, berusaha semaksimal mungkin dan
tidak mudah putus asa. Hilangkan sikap mental penjajah yang di wariskan oleh
bangsa kolonial kalau kita ingin menjadi masyarakat yang terbebas dari
permasalahan kemiskinan. Perbaikan mutu pendidikan harus kita lakukan agar
mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Amin.
IV.
Kesimpulan
Permasalahan
kemiskinan berkaitan dengan aspek-aspek materi, seperti pendapatan dan
pendidikan dan aspek-aspek non materi seperti hak untuk hidup layak. Berhasilnya
pengentasan kemiskinan merupakan salah satu keberhasilan di bidang pembangunan.
Maka dari itu di perlukan alternatif kebijakan-kebijakan dalam penanggulanganya,
di antaranya dapat dilakukan seperti :
1. Pendataan
masyarakat miskin secara berkala dan berkelanjutan
2. Pemerintah
dan Swasta atau investor menyediakan peluang kerja di berbagai sektor
3. Memberikan
pinjaman modal tanpa jaminan dengan bunga yang rendah
4. Pemanfaatan
lahan tidur dan lahan eks tambang yang bisa di perbaiki
5. Peningkatan
pelayanan pemerintah kepada masarakat terutama di bidang kesehatan , pendidikan
, dan layanan publik.
6. Memberikan
pelatihan keterampilan dan pelatihan kerja bagi pengangguran
7. Pendekatan-pendekatan
melalui sosialisasi yang berkelanjutan dan membuka kesempatan masyarakat miskin
untuk mengemukakan pendapatnya
8. Pembangunan
yang merata di segala bidang tanpa memandang bahwa kondisi geografis menjadi
penghambat terbesar, karena semua dapat di tanggulangi secara berangsur-angsur
9. Pemberantasan
KKN ( Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ) agar tidak ada penyalahgunaan hak dalam
jabatan strategis di Pemerintahan maupun Swasta.
10. Menindak
tegas oknum-oknum yang merugikan Negara dan masyarakat miskin
V.
Daftar
Pustaka
Buku
:
Beilharz
Peter. 2002. Teori-teori Sosial :
Observasi Kritis Terhadap Para Filosof Terkemuka. Pustaka Pelajar
:Yogyakarta.
Paranto A Pius, Al
Barry Dahlan M. 1994. Kamus Ilmiah
Populer. Arkola : Surabaya.
Ranjabar
Jacobus, S.H.,M.Si. 2008. Perubahan
Sosial Dalam Teori Makro : Pendekatan realitas Sosial. Alfabeta : Bandung.
Raho
Bernard, SVD. 2007. Teori Sosiologi
Modern. Prestasi Pustaka Publisher : Jakarta.
Soekanto Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. PT.Raja
Grafindo Persada : Jakarta.
Internet
:
http://suarapembaca.detik.com/read/2010/02/22/081829/1303963/471/indonesia-dan-problem-kemiskinan
PENOLAKAN KAPAL ISAP MINI OLEH PARA NELAYAN
DESA RAMBAT KECAMATAN SIMPANG KATIS KABUPATEN BANGKA BARAT
I. Pendahuluan
IPTEK merupakan pondasi utama pembangunan Nasional. Melalui IPTEK kita dapat memasuki ranah globalisasi dalam rangka menuju negara yang maju. Perkembangan pembangunan di bidang IPTEK ini termasuk usaha kaum cendikia agar adanya perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Pembangunan fisik-material ini menjadi sarana untuk meningkatkan kesejahteraan. Pun demikian, penerapan dan pemanfaatannya juga wajib diarahkan menuju kelestarian lingkungan.
Tidak semua elemen masyarakat menerima usaha modernisasi ini, semua tergantung wawasan dan pendidikan yang mereka miliki. Pokok permasalahan yang diangkat pada makalah ini, tergolong ke dalam usaha perubahan sosial yang direncanakan ke arah peningkatan kesejahteraan dalam rangka pembangunan di bidang teknologi. Pada saat penerapan di masyarakat ternyata mengalami kendala. Hal ini tentunya menjadi salah satu objek kajian sosiologi pembangunan yang berusaha utk menjelaskan dampak positif & negatif dari pembangunan terhadap sosial budaya masyarakat dan diterapkan untuk memecahkan atau mengenal berbagai masalah yang terjadi dalam proses pembangunan, baik pembangunan infrastruktur maupun sumber daya manusianya. Tentunya menarik untuk di identifikasi dan dianalisa agar dapat menghasilkan kesimpulan yang menjadi rekomendasi bagi peningkatan mutu sumber daya manusia agar tercapainya tujuan pembangunan.
II. Identifikasi Masalah
Penolakan Operasi Kapal Isap Mini Oleh Para Nelayan Desa Rambat Kecamatan Simpang Katis Kabupaten Bangka Barat
Kapal isap mini merupakan alternatif pengganti TI apung. Hasil karya Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Bangka Belitung yang bekerja sama dengan PT.Timah Tbk. Penemuan mesin ini dilatar belakangi maraknya keberadaan TI apung. Jadi, selama ini TI apung menggunakan satu penyelam, dengan alat kapal isap mini maka tidak perlu lagi menyelam jadi cukup dari atas kapal saja. Dari segi keselamatan, operasi kapal isap lebih aman dibandingkan TI apung. Kapal isap bisa beroperasi sampai kedalaman 15 meter. Ketahanan tongkang dari segi life time bisa bertahan 3-4 tahun asalkan bisa dirawat dengan baik. Pemegang lisensinya adalah PT.Timah Tbk. Cara kerjanya dengan menggunkan bandul seberat 250 kg bisa mendeteksi keberadaan pasir timah. Dilengkapi mesin disel, pompa isap dan pompa semprot untuk memompa dan menyemprot air.
Namun pembangunan dalam bidang teknologi ini ternyata mendapat reaksi yang kurang menyenangkan dari masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di salah satu desa yang ada di Kabupaten Bangka Barat. Terjadinya penolakan terhadap hasil karya anak bangsa, wujud dari penolakan beroperasinya kapal isap ini dapat dilihat dari aksi demonstrasi yang dilakukan warga Desa Rambat, Kecamatan Simpang Katis Kabupaten Bangka Barat. Alasan penolakan beroperasinya kapal isap tersebut karena lokasi perairan tersebut terdapat bagan-bagan nelayan yang mayoritas mata pencahariannya sebagai nelayan. Kapal isap ini milik PT. Sarana Marindo. Pihak PemKab Bangka Barat sudah melakukan rapat diplomasi dengan warga untuk mencabut izin kapal isap tersebut dan berjanji menurunkan tim khusus untuk melakukan survei. Namun warga menilai PemKab bersikap tidak tegas dan masalah ini berlarut-larut sangat lama. Jadi, ini merupakan Pekerjaan Rumah PemKab yang tidak kunjung selesai. Masyarakat ingin melakukan pencegahan sebelum ada korban tetapi Bupati Bangka Barat malah emosi dalam menanggapi para demonstran. Sebenarnya jangan sampai ada korban dulu baru masalah diselesaikan.
Akibat dari beroperasinya kapal isap juga dirasakan para nelayan kecamatan Belinyu di Perairan Batu Atap. Pukat mereka tersangkut kapal isap dan mereka kehilangan sekitar 20 Pis pukat. Pihak yang mempunyai kapal isap berjanji akan mengganti kerugian, tapi kenyataannya mereka malah pergi dengan kapal isap tersebut dan tidak mengganti kerugian warga sehingga warga kehilangan mata pencaharian karena pukat tidak bisa dipakai lagi. Untuk membeli harus menyiapkan uang 15 Juta.
Penolakan terhadap keberadaan beroperasinya kapal isap juga terjadi di Toboali. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia ( HNSI ) Kabupaten Bangka Selatan menolak beroperasinya 4 buah kapal isap di wilayah perairan Sukadamai dan Tanjung Ketapang karena merusak wilayah tersebut. Sehingga dapat menurunkan penghasilan para nelayan. Bujang, selaku koordinator para nelayan berharap agar pemerintah segera menghentikan operasi kapal isap milik PT.Timah Tbk tersebut untuk menghindari konflik. Sebelumnya pihak HSNI pernah mengajukan surat kepada pemerintah tetapi belum mendapatkan tanggapan.
Masih di wilayah Toboali, masyarakat yang tergabung dalam Kerukunan Masyarakat Nelayan ( KMN ). Meraka menolak keberadaan 4 buah kapal isap ini karena masyarakat nelayan Suka Damai tidak pernah terlibat. Selain itu, beroperasinya empat buah kapal isap ini mengganggu aktivitas nelayan dan mengurangi penghasilan para nelayan.
Pemda Kabupaten Bangka Selatan melalui Dinas Pertambangan dan Energi Bangka Selatan pemerintah sudah memberikan Surat Izin Usaha Jasa Pertambangan untuk dua buah kapal, masing-masing milik PT.Harjulan Makmur Sentosa dan PT. Swakarsa, sedangkan dua kapal lainnya belum mendapatkan izin. Pemerintah juga telah membentuk panitia pengelola kontribusi kepada masyarakat. Panitia sedang menyusun MOU diantaranya kontribusi perusahaan akan memberikan Fee sebesar Rp.1000/kg/kapal dan perusahaan harus mempekerjakan masyarakat pesisir pantai dalam proses penambangan.
Para warga pun ada yang melakukan pembangkangan dengan mulai membetuli dan siap mengoperasi TI apung mereka, karena apabila kapal isap di izinkan untuk beroperasi di perairan laut Suka Damai dan Tanjung Ketapang maka TI apung pun akan dioperasikan.
III. Pembahasan
Dalam mata kuliah ini sudah dibahas konsep tentang pembangunan, untuk itu saya mengkaitkannya dengan dengan pokok permasalahan yang saya angkat dalam tugas ini. Permasalah penolakan operasi Kapal Isap Mini oleh para Nelayan Desa Rambat ini akan di analisa dengan menggunakan Teori modernisasi.
Perubahan sosial dan pembangunan pada umumnya yang bermakna dan bernilai positif, berlangsung menuju ke arah kemajuan dan pembaruan. Proses yang demikian dapat dikonsepkan sebagai modernisasi, yang lebih berbobot mental-spiritual daripada fisik-material. Oleh karena itu, pada proses ini lebih menonjol perilaku manusianya daripada aspek materinya. Menurut Prof. Koentjoroningrat ( 1990 : 140-141 ) secara singkat, modernisasi tidak lain adalah ”Usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang”. Berdasarkan ungkapan tersebut, modernisasi tidak akan datang dan terjadi begitu saja, melainkan harus di usahakan, di upayakan. Modernisasi yang merupakan usaha sesuai dengan zaman dan konstelasi hidup yang berlangsung sekarang atau kehidupan aktual, bahkan antisipasi terhadap perkembangan serta arus kemajuan yang terus berlangsung. Perilaku, perbuatan, dan tindakan yang demikian itu, bukan suatu kinerja yang spontan, tanpa kemampuan dan tidak bermutu, melainkan merupakan suatu penampilan yang penuh keyakinan dan percaya diri akan kemajuan dan pembaruan yang wajib dilakukan.
Modernisasi itu bukan semata-mata proses yang spontan dan tanpa perencanaan, dikemukakan oleh Anthony D. Smith ( 1973 : 62 ), ”Modernisasi merupakan proses yang dilandasi oleh seperangkat rencana dan kebijakan yang disadari untuk mengubah masyarakat ke arah kehidupan masyarakat kontemporer yang menurut pemikiran para pemimpin lebih maju dalam derajat kehormatan tertentu. Modernisasi merupakan proses mengangkat kehidupan, suasana batin yang lebih baik dan lebih maju daripada kehidupan sebelumnya, suasana kehidupan yang serasi dengan kemajuan zaman. Oleh karena itu, pada kehidupan modern, tercermin alam pikiran rasional, ekonomis, efektif, efisien menuju ke kehidupan yang makin produktif. Penerapan IPTEK merupakan karakter lain dalam kehidupan.
Menurut hipotesis Alex Inkeles ( Myron Weiner, editor : 1966 : 1966 : 90 – 93 ), manusia modern itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Memiliki kesediaan menerima pengalaman-pengalaman baru, dan memiliki sifat keterbukaan terhadap pembaruan serta perubahan.
2. Mempunyai kesanggupan mengajukan pendapat tentang berbagai persoalan, baik dari lingkungan yang dekat maupun yang jauh.
3. Memiliki pandangan yang jauh ke masa yang akan datang, atau paling tidak tentang keadaan yang sedang berlangsung saat ini.
4. Memiliki rencana dalam kehidupan dan kerja sebagai suatu hal yang wajar.
5. Memiliki keyakinan akan kemampuan manusia, karena manusia dapat belajar untuk memanfaatkan diri sendiri dan alam lingkungan.
6. Memiliki keyakinan bahwa ”suatu keadaan dapat diperhitungkan”, artinya dunia atau kehidupan yang tertib, aman, dan sejahtera itu dapat dikendalikan oleh manusia.
7. Memiliki kesadaran akan harga diri.
8. Memiliki kepercayaan terhadap kemajuan IPTEK.
9. Memiliki kepercayaan terhadap keadilan, baik penghargaan maupun ganjaran atau hukuman, wajib diberikan kepada seseorang sesuai dengan perilaku, perbuatan, dan tindakannya.
Dalam maslah pengoperasian kapal isap mini ini masih perlu adanya usaha yang berkesinambungan ( pendekatan psikologis dan pendekatan budaya ) agar nelayan Desa Rambat menerima pembangunan di bidang teknologi ini. Hal ini dalam rangka usaha ke arah kemajuan dan pembaharuan ( modernisasi ). Perilaku manusia sangat mempengaruhi proses penerimaan modernisasi. Oleh karena itu, perspektif nelayan Desa Rambat tentang Kapal Isap Mini harus diarahkan agar adanya penerimaan terhadap modernisasi. Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Bangka Belitung yang bekerja sama dengan PT.Timah Tbk dalam hal ini mengusahakan adanya modernisasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman yang tentunya bertujuan untuk mempermudah proses pencarian dan penggalian pasir timah di perairan dan meminimalisir jumlah korban yang tewas dalam kecelakaan kerja di TI apung. Kapal isap mini ini bukan hasil kerja yang spontan, melainkan melalui perencanaan berdasarkan kemampuan dan mutu sumber daya manusia yang telah terlatih di bidang pendidikan yang ditekuninya.
Begitu juga pihak Pemerintah, seharusnya masalah ini dapat di minimalisir apabila pemerintah bersikap transparan dalam memberikan izin dalam beropersinya kapal isap tersebut kepada masyarakat. Karena dalam hal ini masyarakat lah yang sangat dirugikan, apalagi mereka tidak bisa menikmati hasil dari ekploitasi alam tersebut. Masalah transparansi izin operasional TI apung yang timpang inilah yang berakibat pada ditolaknya rencana operasi kapal isap mini karya Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Bangka Belitung yang bekerja sama dengan PT.Timah Tbk. Ini tentunya menghambat pembagunan di bidang teknologi.
Menurut Prof. Koentjoroningrat ( 1990 : 140-141 ) secara singkat, modernisasi tidak lain adalah ”Usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang”. Tenaga pembangunan di bidang teknologi dalam pokok permaslahan yang diangkat dalam makalah ini (Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Bangka Belitung yang bekerja sama dengan PT.Timah Tbk ), jadi mereka telah berusaha untuk mengarahkan masyarakat pada tataran modernisasi. Hanya saja, masyarakat yang merupakan objek modernisasi dalam pokok permasalahan ini kurang memahaminya.
Nelayan Desa Rambat berpendapat bahwa kapal isap mini memiliki dampak negatif bagi nelayan karena dapat merusak ekosistem yang ada dilaut sehingga terumbu karang menjadi rusak dan biota laut tidak dapat berkembangbiak. Disinipun dapat dilihat bahwa kurang berperannya para pemerintah bidang pariwisata, karena secara tidak langsung mereka menyetujui beroperasinya kapal isap tersebut. Entah sadar atau pura-pura tidak tahu para pemerintah sebenarnya kapal isap juga telah merusak aset wisata yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini. Eksploitasi alam terjadi bukan hanya di darat tetapi juga dilaut sehingga rusaklah lingkungan alam kita.
Dalam permasalahan yang diangkat tersebut telah jelas bahwa masyarakat melakukan jalan yang masih tergolong diplomasi dan terorganisir, tetapi tidak ditanggapi para pemerintah dan perusahaan yang terlibat dalam pengoperasian TI apung ini.
Pemerintah seharusnya bersinergi dengan para pengusaha tersebut untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. Lingkungan ini milik warga, jadi warga juga punya hak suara untuk tidak menyetujui keberadaan kapal isap ini karena banyak merugikan masyarakat terutama dalam bidang ekonomi.
Selanjutnya Alex Inkeles ( Myron Weiner, editor : 1966 :95 ) menyatakan bahwa dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kemoderenan seseorang, faktor pendidikan paling utama. Derajat kemodernan seseorang berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Oleh karena itu, pendidikan menempati kedudukan, fungsi, dan peranan sangat penting serta bermakna dalam meningkatkan derajat kemoderenan orang yang bersangkutan. Untuk itu, agar tingkat penerimaan dan pemahaman masyarakat terhadap hasil karya yang berupa kapal isap mini ini mendapat respon positif, maka tingkat pendidikan objeknya harus mengalami peningkatan. Minimal perwakilan dari pihak nelayan Desa Rambat harus memiliki latar belakang pendidikan yang mendukung pemahamannya terhadap keberadaan kapal isap mini ini agar informasi yang disampaikan ke nelayan tidak mengalami kesalahpahaman dan sesat pikir.
Telah jelas tertera dalamUUD 1945 BAB XIV Pasal 33 ayat 3 menyaatakan bahwa ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Tetapi pada kenyataannya pemerintah malah mengilegalkan para warga yang menambang TI sedangkan pihak perusahaan yang berkuasa atas modal diberikan izin. Banyak sekali ketimpangan yang dirasakan sampai para warga tidak dapat menikmati hasil kekayaan alam mereka. Dalam ayat 4 pun di jelaskan ” Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Tetapi pada kenyataannya pemerintah berpihak kepada pemilik modal dan mengabaikan kemakmuran rakyat. Inilah yang terjadi dalam penolakan beroperasinya kapal isap ini. Dimana masyarakat hanya dapat menonton para pemilik modal dan elit politik yang berkuasa dan menikmati hasil alam ini, sementara mereka tidak sama sekali.
Jadi dalam masalah ini pemerintah lah yang harus tegas agar tidak terjadi konflik yang berujung pada pengrusakan kapal isap oleh para warga. Karena para warga sudah melakukan pernyataan yang bersifat diplomasi dalam negara yang katanya berdemokrasi ini. Teknologi seharusnya berbasiskan wawasan lingkungan agar tidak merusak alam.
Pemerintah seharusnya membantu perkembangan dan menjaga perasaan saling mempercayai ( mutual Trust ) diantara anggota-anggota kolektivitas, menjamin bahwa pelaku-pelaku sosial dalam hal ini para pengusaha atau pemilik modal akan benar-benar memenuhi kewajiban bersama dan pemerintah menjalankan tugas-tugas serta peran yang menentukannnya, pemerintah seharusnya merumusakan atau menetapkan implementasi tujuan-tujuan kolektif para pemilik kapal isap sehingga terwujudlah kemakmuran warga.
Seperti yang telah dibahas di atas, hasil karya Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Bangka Belitung yang bekerja sama dengan PT.Timah Tbk dilatar belakangi maraknya keberadaan TI apung yang menelan banyak korban akibat kecelakaan kerja TI apung tersebut. Agar pembangunan di bidang teknologi ini dapat digunakan maka pemerintah dan pihak investor yang mempunyai usaha di TI apung ini hendaknya mencari lokasi yang tidak menggangu kelestarian biota laut yang menjadi sumber mata pencaharian nelayan. Sebagai mahluk sosial yang punya motif ekonomi seharusnya terjalin kerjasama agar keduanya saling diuntungkan dan untuk menghindari konflik. Dalam hal ini Pemerintah tentunya berperan sebagai mediator bukan menjadi provokator yang melindungi pihak investor.
III. Kesimpulan
· Masyarakat desa Rambat tidak mendukung proses pembangunan di bidang teknologi yang diciptakan oleh Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Bangka Belitung yang bekerja sama dengan PT.Timah Tbk karena lokasi beroperasinya kapal isap mini berada diperairan yang terdapat bagan-bagan nelayan yang mayoritas mata pencahariannya sebagai nelayan
· Orang-orang yang terlibat dalam pembuatan kapal isap ini merupakan motor penggerak atau tenaga pembangunan, namun pembangunan itu sendiri membawa dampak negative karena masyarakat yang bekerja sebagai nelayan tidak menerima beroperasinya kapal isap tersebut.
· Nelayan di Desa Rambat belum memiliki sifat keterbukaan terhadap pembaruan serta perubahan dalam rangka modernisasi.
· Proses pembangunan di bidang teknologi, khususnya dalam permasalahan ini yaitu Kapal Isap Mini masih mengalami kendala karena Nelayan Desa Rambat belum begitu memahami tentang modernisasi.
· Penerapan IPTEK seharusnya berbasiskan wawasan lingkungan serta bersinergi dengan kelestarian dan biota laut yang juga merupakan asset dibidang kelautan.
· Perlunya pendekatan psikologis dan pendekatan budaya dalam masyarakat yang bekerja sebagai Nelayan di Desa Rambat agar dapat menerima perubahan dan pembaharuan baik secara mental maupun tata nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tersebut.
· Pemerintah seharusya transparan dalam mengeluarkan izin operasional TI apung agar dapat menghindari konflik.
IV. Daftar Pustaka
Buku :
Anthony Giddens. 2003. Run Away World: Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
A Paranto Pius dan Al Barry M.Dahlan. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Arkola : Surabaya.
Piotr Sztompka. 1993. Sosiologi Perubahan Sosial. Prenada: Jakarta.
Rahman, Bustami dan Yuswadi, Hary. 2005. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Jawa Timur : Kelompok Peduli Budayadan Wisata Daerah.
Sumaatmaja Nursid. 2005. Manusia dalam konteks social, budaya, dan lingkungan hidup. CV. Alfabeta : Bandung
Dokumen lain :
Harian Pagi Bangka Pos edisi 2 Juni 2008 dan edisi 20 Juni 2008.