SOSIOLOGI PEMBANGUNAN
PENOLAKAN KAPAL ISAP MINI OLEH PARA NELAYAN
DESA RAMBAT KECAMATAN SIMPANG KATIS KABUPATEN BANGKA BARAT
I. Pendahuluan
            IPTEK merupakan pondasi utama pembangunan Nasional. Melalui IPTEK kita dapat memasuki ranah globalisasi dalam rangka menuju negara yang maju. Perkembangan pembangunan di bidang IPTEK ini termasuk usaha kaum cendikia agar adanya perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Pembangunan fisik-material ini menjadi sarana untuk meningkatkan kesejahteraan. Pun demikian, penerapan dan pemanfaatannya juga wajib diarahkan menuju kelestarian lingkungan.
            Tidak semua elemen masyarakat menerima usaha modernisasi ini, semua tergantung wawasan dan pendidikan yang mereka miliki. Pokok permasalahan yang diangkat pada makalah ini, tergolong ke dalam usaha perubahan sosial yang direncanakan ke arah peningkatan kesejahteraan dalam rangka pembangunan di bidang teknologi. Pada saat penerapan di masyarakat ternyata mengalami kendala. Hal ini tentunya menjadi salah satu objek kajian sosiologi pembangunan yang  berusaha utk menjelaskan dampak positif & negatif dari pembangunan terhadap sosial budaya masyarakat dan diterapkan untuk memecahkan atau mengenal berbagai masalah yang terjadi dalam proses pembangunan, baik pembangunan infrastruktur maupun sumber daya manusianya. Tentunya menarik untuk di identifikasi dan dianalisa agar dapat menghasilkan kesimpulan yang menjadi rekomendasi bagi peningkatan mutu sumber daya manusia agar tercapainya tujuan pembangunan.

II. Identifikasi Masalah

Penolakan Operasi Kapal Isap Mini Oleh Para Nelayan Desa Rambat Kecamatan Simpang Katis Kabupaten Bangka Barat
            Kapal isap mini merupakan alternatif pengganti TI apung. Hasil karya Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Bangka Belitung yang bekerja sama dengan PT.Timah Tbk. Penemuan mesin ini dilatar belakangi maraknya keberadaan TI apung. Jadi, selama ini TI apung menggunakan satu penyelam, dengan alat kapal isap mini maka tidak perlu lagi menyelam jadi cukup dari atas kapal saja. Dari segi keselamatan, operasi kapal isap lebih aman dibandingkan TI apung. Kapal isap bisa beroperasi sampai kedalaman 15 meter. Ketahanan tongkang dari segi life time bisa bertahan 3-4 tahun asalkan bisa dirawat dengan baik. Pemegang lisensinya adalah PT.Timah Tbk. Cara kerjanya dengan menggunkan bandul seberat 250 kg bisa mendeteksi keberadaan pasir timah. Dilengkapi mesin disel, pompa isap dan pompa semprot untuk memompa dan menyemprot air.
            Namun pembangunan dalam bidang teknologi ini ternyata mendapat reaksi yang kurang menyenangkan dari masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di salah satu desa yang ada di Kabupaten Bangka Barat. Terjadinya penolakan terhadap hasil karya anak bangsa, wujud dari penolakan beroperasinya kapal isap ini dapat dilihat dari aksi demonstrasi yang dilakukan warga Desa Rambat, Kecamatan Simpang Katis Kabupaten Bangka Barat. Alasan penolakan beroperasinya kapal isap tersebut karena lokasi perairan tersebut terdapat bagan-bagan nelayan yang mayoritas mata pencahariannya sebagai nelayan. Kapal isap ini milik PT. Sarana Marindo. Pihak PemKab Bangka Barat sudah melakukan rapat diplomasi dengan warga untuk mencabut izin kapal isap tersebut dan berjanji menurunkan tim khusus untuk melakukan survei. Namun warga menilai PemKab bersikap tidak tegas dan masalah ini berlarut-larut sangat lama. Jadi, ini merupakan Pekerjaan Rumah PemKab yang tidak kunjung selesai. Masyarakat ingin melakukan pencegahan sebelum ada korban tetapi Bupati Bangka Barat malah emosi dalam menanggapi para demonstran. Sebenarnya jangan sampai ada korban dulu baru masalah diselesaikan.
            Akibat dari beroperasinya kapal isap juga dirasakan para nelayan kecamatan Belinyu di Perairan Batu Atap. Pukat mereka tersangkut kapal isap dan mereka kehilangan sekitar 20 Pis pukat. Pihak yang mempunyai kapal isap berjanji akan mengganti kerugian,  tapi kenyataannya mereka malah pergi dengan kapal isap tersebut dan tidak mengganti kerugian warga sehingga warga kehilangan mata pencaharian  karena pukat tidak bisa dipakai lagi. Untuk membeli harus menyiapkan uang 15 Juta.
            Penolakan terhadap keberadaan beroperasinya kapal isap juga terjadi di Toboali. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia ( HNSI ) Kabupaten Bangka Selatan menolak beroperasinya 4 buah kapal isap di wilayah perairan Sukadamai dan Tanjung Ketapang karena merusak wilayah tersebut. Sehingga dapat menurunkan penghasilan para nelayan. Bujang, selaku koordinator para nelayan berharap agar pemerintah segera menghentikan operasi kapal isap milik PT.Timah Tbk tersebut untuk menghindari konflik. Sebelumnya pihak HSNI pernah mengajukan surat kepada pemerintah tetapi belum mendapatkan tanggapan.
            Masih di wilayah Toboali, masyarakat yang tergabung dalam Kerukunan Masyarakat Nelayan ( KMN ). Meraka menolak keberadaan 4 buah kapal isap ini karena masyarakat nelayan Suka Damai tidak pernah terlibat. Selain itu, beroperasinya empat buah kapal isap ini mengganggu aktivitas nelayan dan mengurangi penghasilan para nelayan.
            Pemda Kabupaten Bangka Selatan melalui Dinas Pertambangan dan Energi Bangka Selatan pemerintah sudah memberikan Surat Izin Usaha Jasa Pertambangan untuk dua buah kapal, masing-masing milik PT.Harjulan Makmur Sentosa dan PT. Swakarsa, sedangkan dua kapal lainnya belum mendapatkan izin. Pemerintah juga telah membentuk panitia pengelola kontribusi kepada masyarakat. Panitia sedang menyusun MOU diantaranya kontribusi perusahaan akan memberikan Fee sebesar Rp.1000/kg/kapal dan perusahaan harus mempekerjakan masyarakat pesisir pantai dalam proses penambangan.
            Para warga pun ada yang melakukan pembangkangan dengan mulai membetuli dan siap mengoperasi TI apung mereka, karena apabila kapal isap di izinkan untuk beroperasi di perairan laut Suka Damai dan Tanjung Ketapang maka TI apung pun akan dioperasikan. 
III. Pembahasan
            Dalam mata kuliah ini sudah dibahas konsep tentang pembangunan,  untuk itu saya mengkaitkannya dengan dengan pokok permasalahan yang saya angkat dalam tugas ini. Permasalah penolakan operasi Kapal Isap Mini oleh para Nelayan Desa Rambat ini akan di analisa dengan menggunakan Teori modernisasi.
            Perubahan sosial dan pembangunan pada umumnya yang bermakna dan bernilai positif, berlangsung menuju ke arah kemajuan dan pembaruan. Proses yang demikian dapat dikonsepkan sebagai modernisasi, yang lebih berbobot mental-spiritual daripada fisik-material. Oleh karena itu, pada proses ini lebih menonjol perilaku manusianya daripada aspek materinya. Menurut Prof. Koentjoroningrat ( 1990 : 140-141 ) secara singkat, modernisasi tidak lain adalah ”Usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang”. Berdasarkan ungkapan tersebut, modernisasi tidak akan datang dan terjadi begitu saja, melainkan harus di usahakan, di upayakan. Modernisasi yang merupakan usaha sesuai dengan zaman dan konstelasi hidup yang berlangsung sekarang atau kehidupan aktual, bahkan antisipasi terhadap perkembangan serta arus kemajuan yang terus berlangsung. Perilaku, perbuatan, dan tindakan yang demikian itu, bukan suatu kinerja yang spontan, tanpa kemampuan dan tidak bermutu, melainkan merupakan suatu penampilan yang penuh keyakinan dan percaya diri akan kemajuan dan pembaruan yang wajib dilakukan.
            Modernisasi itu bukan semata-mata proses yang spontan dan tanpa perencanaan, dikemukakan oleh Anthony D. Smith ( 1973 : 62 ), ”Modernisasi merupakan proses yang dilandasi oleh seperangkat rencana dan kebijakan yang disadari untuk mengubah masyarakat ke arah kehidupan masyarakat kontemporer yang menurut pemikiran para pemimpin lebih maju dalam derajat kehormatan tertentu. Modernisasi merupakan proses mengangkat kehidupan, suasana batin yang lebih baik dan lebih maju daripada kehidupan sebelumnya, suasana kehidupan yang serasi dengan kemajuan zaman. Oleh karena itu, pada kehidupan modern, tercermin alam pikiran rasional, ekonomis, efektif, efisien menuju ke kehidupan yang makin produktif. Penerapan IPTEK merupakan karakter lain dalam kehidupan.
            Menurut hipotesis Alex Inkeles ( Myron Weiner, editor : 1966 : 1966 : 90 – 93 ), manusia modern itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Memiliki kesediaan menerima pengalaman-pengalaman baru, dan memiliki sifat keterbukaan terhadap pembaruan serta perubahan.
2.      Mempunyai kesanggupan mengajukan pendapat tentang berbagai persoalan, baik dari lingkungan yang dekat maupun yang jauh.
3.      Memiliki pandangan yang jauh ke masa yang akan datang, atau paling tidak tentang keadaan yang sedang berlangsung saat ini.
4.      Memiliki rencana dalam kehidupan dan kerja sebagai suatu hal yang wajar.
5.      Memiliki keyakinan akan kemampuan manusia, karena manusia dapat belajar untuk memanfaatkan diri sendiri dan alam lingkungan.
6.      Memiliki keyakinan bahwa ”suatu keadaan dapat diperhitungkan”, artinya dunia atau kehidupan yang tertib, aman, dan sejahtera itu dapat dikendalikan oleh manusia.
7.      Memiliki kesadaran akan harga diri.
8.      Memiliki kepercayaan terhadap kemajuan IPTEK.
9.      Memiliki kepercayaan terhadap keadilan, baik penghargaan maupun ganjaran atau hukuman, wajib diberikan kepada seseorang sesuai dengan perilaku, perbuatan, dan tindakannya.  
Dalam maslah pengoperasian kapal isap mini ini masih perlu adanya usaha yang berkesinambungan ( pendekatan psikologis dan pendekatan budaya ) agar nelayan Desa Rambat menerima pembangunan di bidang teknologi ini. Hal ini dalam rangka usaha ke arah kemajuan dan pembaharuan ( modernisasi ). Perilaku manusia sangat mempengaruhi proses penerimaan modernisasi. Oleh karena itu, perspektif nelayan Desa Rambat tentang Kapal Isap Mini harus diarahkan agar adanya penerimaan terhadap modernisasi. Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Bangka Belitung yang bekerja sama dengan PT.Timah Tbk dalam hal ini mengusahakan adanya modernisasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman yang tentunya bertujuan untuk mempermudah proses pencarian dan penggalian pasir timah di perairan dan meminimalisir jumlah korban yang tewas dalam kecelakaan kerja di TI apung. Kapal isap mini ini bukan hasil kerja yang spontan, melainkan melalui perencanaan berdasarkan kemampuan dan mutu sumber daya manusia yang telah terlatih di bidang pendidikan yang ditekuninya.
Begitu juga pihak Pemerintah, seharusnya masalah ini dapat di minimalisir apabila pemerintah bersikap transparan dalam memberikan izin dalam beropersinya kapal isap tersebut kepada masyarakat. Karena dalam hal ini masyarakat lah yang sangat dirugikan, apalagi mereka tidak bisa menikmati hasil dari ekploitasi alam tersebut. Masalah transparansi izin operasional TI apung yang timpang inilah yang berakibat pada ditolaknya rencana operasi kapal isap mini karya Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Bangka Belitung yang bekerja sama dengan PT.Timah Tbk. Ini tentunya menghambat pembagunan di bidang teknologi.
Menurut Prof. Koentjoroningrat ( 1990 : 140-141 ) secara singkat, modernisasi tidak lain adalah ”Usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang”. Tenaga pembangunan di bidang teknologi dalam pokok permaslahan yang diangkat dalam makalah ini (Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Bangka Belitung yang bekerja sama dengan PT.Timah Tbk ), jadi mereka telah berusaha untuk mengarahkan masyarakat pada tataran modernisasi. Hanya saja, masyarakat yang merupakan objek modernisasi dalam pokok permasalahan ini kurang memahaminya.
Nelayan Desa Rambat berpendapat bahwa kapal isap mini memiliki dampak negatif bagi nelayan karena dapat merusak ekosistem yang ada dilaut sehingga terumbu karang menjadi rusak dan biota laut tidak dapat berkembangbiak. Disinipun dapat dilihat bahwa kurang berperannya para pemerintah bidang pariwisata, karena secara tidak langsung mereka menyetujui beroperasinya kapal isap tersebut. Entah sadar atau pura-pura tidak tahu para pemerintah sebenarnya kapal isap juga telah merusak aset wisata yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini. Eksploitasi alam terjadi bukan hanya di darat tetapi juga dilaut sehingga rusaklah lingkungan alam kita.
Dalam permasalahan yang diangkat tersebut telah jelas bahwa masyarakat melakukan jalan yang masih tergolong diplomasi dan terorganisir, tetapi tidak ditanggapi para pemerintah dan perusahaan yang terlibat dalam pengoperasian TI apung ini.
Pemerintah seharusnya bersinergi dengan para pengusaha tersebut untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. Lingkungan ini milik warga, jadi warga juga punya hak suara untuk tidak menyetujui keberadaan kapal isap ini karena banyak merugikan masyarakat terutama dalam bidang ekonomi.
Selanjutnya Alex Inkeles ( Myron Weiner, editor : 1966 :95 ) menyatakan bahwa dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kemoderenan seseorang, faktor pendidikan paling utama. Derajat kemodernan seseorang berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Oleh karena itu, pendidikan menempati kedudukan, fungsi, dan peranan sangat penting serta bermakna dalam meningkatkan derajat kemoderenan orang yang bersangkutan. Untuk itu, agar tingkat penerimaan dan pemahaman masyarakat terhadap hasil karya yang berupa kapal isap mini ini mendapat respon positif, maka tingkat pendidikan objeknya harus mengalami peningkatan. Minimal perwakilan dari pihak nelayan Desa Rambat harus memiliki latar belakang pendidikan yang mendukung pemahamannya terhadap keberadaan kapal isap mini ini agar informasi yang disampaikan ke nelayan tidak mengalami kesalahpahaman dan sesat pikir.
Telah jelas tertera dalamUUD 1945 BAB XIV Pasal 33 ayat 3 menyaatakan bahwa ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Tetapi pada kenyataannya pemerintah malah mengilegalkan para warga yang menambang TI sedangkan pihak perusahaan yang berkuasa atas modal diberikan izin. Banyak sekali ketimpangan yang dirasakan sampai para warga tidak dapat menikmati hasil kekayaan alam mereka. Dalam ayat 4 pun di jelaskan ” Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Tetapi pada kenyataannya pemerintah berpihak kepada pemilik modal dan mengabaikan kemakmuran rakyat. Inilah yang terjadi dalam penolakan beroperasinya kapal isap ini. Dimana masyarakat hanya dapat menonton para pemilik modal dan elit politik yang berkuasa dan menikmati hasil alam ini, sementara mereka tidak sama sekali.
Jadi dalam masalah ini pemerintah lah yang harus tegas agar tidak terjadi konflik yang berujung pada pengrusakan kapal isap oleh para warga. Karena para warga sudah melakukan pernyataan yang bersifat diplomasi dalam negara yang katanya berdemokrasi ini. Teknologi seharusnya berbasiskan wawasan lingkungan agar tidak merusak alam.
Pemerintah seharusnya membantu perkembangan dan menjaga perasaan saling mempercayai ( mutual Trust ) diantara anggota-anggota kolektivitas, menjamin bahwa pelaku-pelaku sosial dalam hal ini para pengusaha atau pemilik modal akan benar-benar memenuhi kewajiban bersama dan pemerintah menjalankan tugas-tugas serta peran yang menentukannnya, pemerintah seharusnya merumusakan atau menetapkan implementasi tujuan-tujuan kolektif para pemilik kapal isap sehingga terwujudlah kemakmuran warga.
            Seperti yang telah dibahas di atas, hasil karya Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Bangka Belitung yang bekerja sama dengan PT.Timah Tbk dilatar belakangi maraknya keberadaan TI apung yang menelan banyak korban akibat kecelakaan kerja TI apung tersebut. Agar pembangunan di bidang teknologi ini dapat digunakan maka pemerintah dan pihak investor yang mempunyai usaha di TI apung ini hendaknya mencari lokasi yang tidak menggangu kelestarian biota laut yang menjadi sumber mata pencaharian nelayan. Sebagai mahluk sosial yang punya motif ekonomi seharusnya terjalin kerjasama agar keduanya saling diuntungkan dan untuk menghindari konflik. Dalam hal ini Pemerintah tentunya berperan sebagai mediator bukan menjadi provokator yang melindungi pihak investor.

III. Kesimpulan

·         Masyarakat desa Rambat tidak mendukung proses pembangunan di bidang teknologi yang diciptakan oleh Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Bangka Belitung yang bekerja sama dengan PT.Timah Tbk karena lokasi beroperasinya kapal isap mini berada diperairan yang  terdapat bagan-bagan nelayan yang mayoritas mata pencahariannya sebagai nelayan
·         Orang-orang yang terlibat dalam pembuatan kapal isap ini merupakan motor penggerak atau tenaga pembangunan, namun pembangunan itu sendiri membawa dampak negative karena masyarakat yang bekerja sebagai nelayan tidak menerima beroperasinya kapal isap tersebut.
·         Nelayan di Desa Rambat belum memiliki sifat keterbukaan terhadap pembaruan serta perubahan dalam rangka modernisasi.
·         Proses pembangunan di bidang teknologi, khususnya dalam permasalahan ini yaitu Kapal Isap Mini masih mengalami kendala karena Nelayan Desa Rambat belum begitu memahami tentang modernisasi.
·         Penerapan IPTEK seharusnya berbasiskan wawasan lingkungan serta bersinergi dengan kelestarian dan biota laut yang juga merupakan asset dibidang kelautan.
·         Perlunya pendekatan psikologis dan pendekatan budaya dalam masyarakat yang bekerja sebagai Nelayan di Desa Rambat agar dapat menerima perubahan dan pembaharuan baik secara mental maupun tata nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tersebut.
·         Pemerintah seharusya transparan dalam mengeluarkan izin operasional TI apung agar dapat menghindari konflik.

IV. Daftar Pustaka

Buku :

Anthony Giddens. 2003. Run Away World: Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.


A Paranto Pius dan Al Barry M.Dahlan. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Arkola : Surabaya.

Piotr Sztompka. 1993. Sosiologi Perubahan Sosial. Prenada: Jakarta.

Rahman, Bustami dan Yuswadi, Hary. 2005. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Jawa Timur : Kelompok Peduli Budayadan Wisata Daerah.

Sumaatmaja Nursid. 2005. Manusia dalam konteks social, budaya, dan lingkungan hidup. CV. Alfabeta : Bandung

Dokumen lain :
Harian Pagi Bangka Pos edisi 2 Juni 2008 dan edisi 20 Juni 2008.

 
RITUAL ADAT ISTIADAT
 DALAM KEBUDAYAAN MASYARAKAT MARITIM BANGKA
( DESA AIR ANYER KABUPATEN BANGKA INDUK,
DESA PANGKAL ARANG KOTA MADYA PANGALPINANG,
 DAN DESA BATU BELUBANG KABUPATEN BANGKA TENGAH )
BAB I
PENDAHULUAN

                   1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam masyarakat Indonesia, terdapat beraneka ragam budaya antara lain berupa upacara tradisional dan adat-istiadat yang perlu dilestarikan, karena di dalamnya terkandung makna nilai-nilai luhur yang tinggi yang dapat mempengaruhi masyarakat pendukungnya untuk berinteraksi secara aktif dan efektif sehingga mampu membina budi pekerti luhur. Pada umumnya, tradisi-tradisi yang ada di Indonesia merupakan warisan dari generasi sebelumnya. Tradisi tersebut ada yang mengalami perubahan dan kemudian hilang, ada juga yang dipelihara dan dikembangkan sehingga dapat disaksikan oleh generasi selanjutnya.
Dalam tulisan ini di jelaskan salah satu upacara adat yang masih dilaksanakan secara rutin di lingkungan masyarakat Bangka yaitu pelaksanaan upacara seperti upacara Rebo Kasan, Ritual Selamatan Kapal Nelayan, dan Cerak Pantai. Kemudian akan di bahas dengan teori yang berhubungan dengan masing-masing pembahasan yang telah di identifikasikan.
                   1.2 Rumusan Masalah
     Dari Latar Belakang di atas maka ada beberapa rumusan masalah yang dibahas yaitu sebagai berikut :
1.      Bagaimana tata cara ritual adat istiadat yang ada pada masing-masing kelompok masyarakat Desa tersebut ( Desa Air Anyer Kabupate Bangka, Desa Pangkal Arang Kota Madya Pangkalpinang, dan Desa Batu Belubang Kabupaten Bangka Tengah ) ?
2.      Apakah Ritual Adat tersebut masih tetap di laksanakan ? Jelaskan ?
3.      Teori yang berhubungan dengan masing-masing pembahasan ?

1.3 Tujuan
Beberapa pembahasan yang kami paparkan di dalam makalah ini merupakan tugas kuliah Kajian Sosial Budaya Masyarakat Maritim yang bertujuan untuk mengetahui dan memperdalam pengetahuan di bidang mata pencaharian Nelayan yang ada di masyarakat pesisir pantai di beberapa desa yang menjadi objek penelitian kami. Kemudian membahasnya kembali dengan teosri-teori yang berhubungan dengan pembahasan masalah agar bisa menemukan benang merah dan ide-ide yang dapat membantu pemerintah untuk mempertahankan ritual adat istiadat tersebut karena merupakan kekayaan budaya bangsa yang harus tetap di lestarikan. 
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH DAN PEMBAHASAN
A.    Ritual Rebo Kasan Dalam Kebudayaan Masyarakat Desa Air Anyer Kabupaten Bangka
Ritual Adat Rebo Kasan merupakan upacara adat tolak bala yang disimbolkan dengan ' ketupat lepas ' dan 'air wafa'. Ritual ini dilaksanakan secara turun temurun setiap tahunnya oleh penduduk desa Air Anyir, dusun tembran, dan dusun mudel Kecamatan Merawang. Hal ini merupakan agenda tahunan setiap tanggal 24 safar ( hijriyah ). Untuk tahun 2010,  ritual Rebo Kasan dilaksanakan di Masjid Baitul Islam Dusun Temberan, Desa Air Anyir Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka dan Pantai Batu Karang Mas Desa Air Anyir pada hari Rabu, tepatnya pada tanggal 10 Februari 2010 berlangsung ramai dan meriah. Warga dari berbagai daerah di Kabupaten Bangka beramai-ramai datang ke Desa Temberan dan Air Anyir untuk melihat secara langsung prosesi ritual Rebo Kasan yang merupakan upacara ritual tolak bala dibulan Shafar berdasarkan penanggalan Islam, kalender Hijriah.
Dahulu kala, acara Rebo Kasan hanya di rayakan di masing-masing keluarga di pantai Air Anyir. Di laksanakan di pantai dengan alasan bahwa dahulu di desa tersebut belum ada masjid ataupun balai desa. Seiring dengan perkembangan zaman maka perayaan Rebo Kasan kemudian dilaksanakan secara bersama-sama di desa tersebut. Setiap tahunnya tempat pelaksanaan perayaan Rebo Kasan bergiliran dari desa Air Anyir, dusun Temberan, dan dusun Mudel.
Warga Desa Air Anyir, Kabupatan Bangka mempercayai bahwa “Rebo Kasan” ( rabu terakhir ) yang merupakan ritual agama bisa menolak datangnya bala atau musibah yang menimpa desa itu. Jauh hari sebelum perayaannya, semua warga di Desa Air Anyir sudah sibuk menyiapkan ketupat tolak bala dan aneka jenis makanan untuk ritual “Rebo Kasan”. Pada hari perayaannya warga meninggalkan segala aktivitas kesehariannya dan mengikuti ritual “Rebo Kasan” yaitu berdoa bersama yang dipandu oleh para alim ulama di desa itu untuk menolak datangnya bala.   Pada hari Rebo Kasan itu setiap warga dianjurkan tidak mengerjakan pekerjaan berat dan bepergian jauh sampai pukul 14.00 WIB karena menurut mereka suasana di hari Rabu terakhir pada bulan Shafar bisa mendatangkan berbagai bencana yang menimpa desa itu jika ritual “Rebo Kasan tidak dilaksanakan. Jadi, sejak malam Rabu hingga siangnya, semua warga sudah berkumpul di rumahnya untuk menyambut Rebo Kasan. Warga diminta berkumpul dan bersama-sama membaca doa agar terhindar dari berbagai macam bala.Perayaan “Rebo Kasan” sangat ditunggu warga karena pada hari itu, disamping mengikuti ritual agama dengan doa dan makan bersama, juga sebagai ajang silaturrahmi dari rumah ke rumah warga. Pada pagi hingga malam di hari “Rebo Kasan”, rumah-rumah warga ramai dikunjungi warga lainnya secara silih berganti untuk bersilahturahmi dan di rumah warga tersedia aneka makanan dan minuman, layaknya seperti suasana Hari Raya Idul Fitri.  Para warga sekitar dan masyarakat dari berbagai kampung kadang sengaja datang untuk mengambil air yang sudah dibaca-bacakan oleh tetua adat dan tokoh agama setempat yang dipercayai bisa mengusir bala. Ritual Rebo Kasan ini mengundang perhatian masyarakat luas, tidak saja warga Kabupaten Bangka tetapi juga dari kabupaten lainnya yang berdatangan untuk melihat ritual “Rebo Kasan” yang merupakan perpaduan antara agama, adat dan budaya daerah itu.
Kepala Desa Air Anyir, Bapak Abdurrahman mengatakan bahwa nama Rebo Kasan berasal dari kata Rabu Kasat yang artinya hari rabu terakhir dibulan Shafar.  Menurut keterangan beberapa ulama di Bangka, setiap tahun pada Rabu terakhir bulan Shafar, Allah SWT menurunkan bermacam-macam bala` besar, mulai terbit fajar sampai siang harinya. Pelaksanaan Rebo Kasan diadakan diujung batas kampung dengan membawa makanan atau bubur merah putih, `ketupat tolak bala` dan `air wafak`( air tolak bala ). Ketupat tolak bala terbuat dari janur kuning yang dianyam dan pada bagian pangkal maupun ujung ketupat itu bisa langsung terbuka hanya dengan satu tarikan. Ketupat tolak bala itu sebagai simbol bahwa mungkin bala sudah terhindar dari kampung ini. Ketupat itu hanya ketupat kosong, tidak diisi beras maupun ketan.

Selain mengandung nilai-nilai budaya yang tinggi,  ritual “Rebo Kasan” ini kental dengan nilai sosial dan silaturahim yang unik. Dengan besarnya potensi yang terkandung dalam kegiatan ini. Dengan di perayaan ini, selain dengan maksud dan tujuan untuk menolak bala, menurut kami juga dapat menarik perhatian semua pihak untuk datang ke Desa Air Anyir tersebut. Manfaat lainnya yaitu agar kawasan ini menjadi kawasan lebih terbuka dan berkembang menjadi lebih baik. Hal ini juga bisa menjadi peluang secara ekonomi, seiring dengan rencana pengembangan kawasan ini yang akan menjadi kawasan wisata. Karena daerah ini akan dibangun PLTU, jalan lintas timur, rumah sakit umum tingkat provinsi dan fasilitas pendukung lainnya.
Perayaan ritual ini sampai sekarang tetap dilaksanakan setiap tahunnya karena masyarakat percaya bahwa dengan dilaksanakannya ritual ini, maka untuk satu tahun ke depan mereka terbebas dari petaka atau musibah yang diturunkan Allah SWT pada saat mereka mencari nafkah seperti nelayan atau pun berkebun.
B.     Ritual Selamatan Kapal Nelayan Dalam Kebudayaan Masyarakat Nelayan Desa Pangkal Arang Kota Madya Pangkalpinang
Dalam masyarakat Nelayan Desa Pangkal Arang, ritual “Selamatan Kapal Nelayan” ini merupakan adat istiadat yang juga sudah ada dari zaman dahulu, namun untuk waktu pastinya tidak bisa di ketahui karena tidak di inventarisir secara jelas. Pelaksanaan “Selamatan Kapal Nelayan” ini dilaksanakan pada saat perahu baru akan di turunkan ke laut atau pun perahu yang hendak di turunkan dari penggalangan kapal seretalh di perbaiki. Tujuan dari ritual ini yaitu untuk memohon di berikan rezeki dan limpahan hasil tangkapan ikan yang banyak bagi para Nelayan, serta untuk menolak datangnya petaka di lautan ketika sedang menjaring ikan. Contohnya seperti petaka gelombang besar dan para bajak laut ataupun Perompak yang sangat membahayakan keselamatan para Nelayan lainnya. Dahulunya, pelaksanaan ritual ini dilaksanakan diatas kapal yang akan di do’a kan. Namun, beberapa kendala yang di hadapi seperti ukuran kapal yang kecil sehinga tidak bisa menampung muatan orang-orang yang akan mengikuti ritual maka perayaannya dialihkan di rumah warga yang melaksanakan ritual “Selamatan Kapal Nelayan” tersebut. Makanan yang disajikan dalam ritual ini seperti nasi atau bubur, sesuai dengan kemampuan dari orang yang menyelenggarakan “Selamatan Kapal Nelayan”.
Namun, seiring perkembangan zaman dan adanya proses akulturasi budaya dari masyarakat pendatang lainnya maka adat istiadat ini semakin memudar dan jarang sekali di rayakan. Pada saat dilaksanakan wawancara terhadap beberapa narasumber yang ada di Desa Pangkal Arang, ternyata Ketua Adat atau Tokoh Masyarakat untuk menggantikan yang lama baru saja terpilih sehingga baru akan di susun dan di angkat kembali semua perayaan adat istiadat yang dahulunya sempat ada di dalam masyarakat Desa Pangkal Arang.
C.    Ritual Cerak Pantai Dalam Kebudayaan Masyarakat Nelayan Desa Batu Belubang Kabupaten Bangka Tengah

Ritual Cerak Pantai ini merupakan adat istiadat masyarakat nelayan suku Bugis yang ada di Desa Batu Belubang Kabupaten Bangka Tengah. Kata “Cerak” berasal dari bahasa Suku Bugis yang berarti Pesta. Jadi, “Cerak Pantai” merupakan tradisi adat pesta pantai yang diselenggarakan oleh masyarakat suku Bugis yang mayoritas bermata pencaharian sebagai Nelayan. Ritual “Cerak Pantai” ini sudah dilaksanakan dari zaman dahulu, namun untuk waktunya sendiri tidak bisa dipastikan oleh Bapak Bachtiar selaku Narasumber, karena sepengetahuan beliau sejak beliau masih kanak-kanak ritual ini sudah dilaksanakan secara berkesinambungan setiap tahunnya. Pelaksanaan ritual “Cerak Pantai” ini di selenggarakan setiap tahun pada bulan Desember atau sebelum tahun baru. Dengan tujuan untuk menolak atau antisipasi terhadap datangnya malapetaka di tahun depan pada saat para Nelayan menangkap ikan dan sebagai wujud rasa syukur serta terimakasih para Nelayan kepada Sang Pencipta Alam yang telah memberikan rezeki berupa hasil tangkapan ikan yang banyak. Tujuan lainnya dari ritual “Cerak Pantai” ini yaitu pesta pantai yang bertujuan untuk hiburan bagi masyarakat Desa Batu Belubang dan masyarakat pun bisa berkumpul untuk berinteraksi setelah hampir satu tahun lamanya menjalani rutinitas sehari-hari.
Perayaan “Cerak Pantai” ini dahulu hanya dihadiri oleh masyarakat Desa Batu Belubang dan masyarakat yang ada di sekitar desa tersebut. Namun, sekarang ini perayaan dari ritual ini sudah mendapat perhatian dari pihak Pemerintah Daerah, sehingga mereka pun turut di undang oleh Tokoh Masyarakat Suku Bugis Desa Batu Belubang untuk sama-sama mengikuti ritual “Cerak Pantai” ini. Tata cara pelaksanaan ritual “Cerak Pantai” ini yaitu ada dua sesi yaitu pada malam hari dan ke esokan harinya pada siang hari. Untuk ritual pada malam harinya tidak semua masyarakat desa yang di ikut sertakan. Yang menjalani ritual hanya Juru Kunci dan Tokoh Masyarakat yang di tua kan di Suku Bugis. Pelaksanaannya tepat pada pukul 24.00 WIB atau jam 12 malam di rumah Juru Kunci yang menghadap ke arah pantai. Karena mereka akan menyerahkan “Sesajen” atau barang saji-sajian yang di hanyutkan di tepi pantai. Adapun bahan makanan yang menjadi sajian yang akan dihanyutkan di tepi pantai tersebut yaitu ayam panggang yang diletakkan di atas rakit, pisang, ketan, kepala ayam kampung, kepala kambing, atau pun kepala sapi. Ayam yang disajikan harus sepasang yaitu betina dan jantan dan harus berwarna hitam. Tidak tahu pastinya mengapa harus berwarna hitam, namun Pak Bachtiar selaku narasumber menyatakan bahwa ini merupakan kepercayaan dari nenek moyang yang telah mereka lestarikan dari sejak dahulu. Hewan besar seperti kambing dan sapi yang kepalanya digunakan untuk “Sesajen” tersebut, dagingnya dimasak secara bersama-sama oleh masyarakat Desa Batu Belubang untuk di konsumsi secara bersama-sama ketika perayaan “Cerak Pantai” siang harinya setelah malam harinya melakukan seserahan sesajian oleh Juru Kunci dan Tokoh Masyarakat ke tepi pantai. Tidak banyak yang tahu bagaimana ritual malam hari “Cerak Pantai” ini karena dilaksanakan tepat pada pukul 24.00 WIB ketika masyarakat Desa Batu Belubang sudah tidur dan berhenti dari segala rutinitasnya. Para anak muda tidak pernah di ceritakan secara mendalam tentang tata cara pelaksanaan ritual ini, dengan alasan bahwa ritual ini bersifat sangat sakral.
Ke esokan harinya, pada siang hari masyarakat Desa Batu Belubang dan para undangan merayakan ritual “Cerak Pantai” dengan berbagai hiburan seperti permaianan Gaple bagi para laki-laki, hiburan orgen tunggal, dan makan bersama di dermaga atau di tepi pantai. Makanan yang di makan adalah daging dari kambing atau sapi yang kepalanya telah dijadikan bahan sesaji untuk seserahan atau “Sesajen”. Serta makanan lainnya yang merupakan hasil sumbangan uang yang telah dikumpulkan sebelum perayaan “Cerak Pantai”. Untuk besar kecil dan banyak sedikitnya makanan yang di sajikan pada siang hari tersebut tergantung dana yang dikumpulkan pada saat musyawarah Desa. Musyawarah Desa dilaksanakan beberapa hari sebelum perayaan “Cerak Pantai” untuk menentukan jumlah uang yang di kumpulkan, jenis makanan yang akan jadi “Sesajen”, bahan makanan untuk perayaan siang harinya, tempat untuk bergotong-royong mempersiapkan makanan, hiburan yang akan di selenggarakan, serta dermaga atau tepi pantai tempat pelaksanaan makan bersama serta hiburan siang hari dari perayaan “Cerak Pantai”. Uang yang di kumpulkan bersifat swadaya dari masyarakat yang terdiri dari para nelayan ( Orang Bagan ), para perebus ikan ( Orang Rebus ), dan para masyarakat yang bermata pencaharian sebagai penambang Timah Inkonvensional ( Orang T.I ). Pada saat musyawarah desa juga ditentukan bendahara yang akan mengatur uang yang telah terkumpul. Ritual “Cerak Pantai” ini masih tetap dilaksanakan setiap tahunnya, tidak lama lagi akan masuk bulan Desember, maka masyarakat pun akan segera melaksanakan musyawarah kampung untuk mempersiapkan acara tersebut.
Perayaan lain yang juga masih sering dilaksanakan masyarakat Suku Bugis Desa Batu Belubang yaitu perayaan Maulid Nabi Muhammmad SAW. Perayaan ini identik dengan telur yang dihias warna-warni dengan tempelan miniatur orang-orangan yang dibentuk dan di gunting menyerupai orang-orangan dengan maksud sebagai simbol seserahan bagi orang-orang yang telah meninggal. Telur yang telah dimasak dan di hias di tancapkan di batang pisang yang telah di tanam di ketan yang telah di masak dan di wadahkan di dalam tempayan. Namun, perayaan yang paling di utamakan hanyalah “Cerak Pantai” karena khas adat Nelayan Suku Bugis Desa Batu Belubang.

D.    Pembahasan dari Perspektif Teori Sosiologi
     Menurut Selo Soemarjan ( Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, tahun 2006 hal : 50-51 ) bahwa antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan memiliki satu aspek yang sama, yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Jadi, perubahan sosial tidak dapat dilepaskan dari perubahan kebudayaan. Hal ini disebabkan kebudayaan merupakan hasil dari adanya masyarakat, sehingga tidak akan ada kebudayaan apabila tidak ada masyarakat yang mendukungnya dan tidak ada satu pun masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan. 
     Selanjutnya, bentuk-bentuk perubahan sosial menurut Soerjono Soekanto yang berhubungan dengan pembahasan (Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, tahun 2006 hal : 54 ) yaitu perubahan yang terjadi secara lambat ( evolusi ) dan cepat ( revolusi ) :
a.       Perubahan yang terjadi secara lambat ( evolusi ) yaitu perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa suatu rencana atau kehendak tertentu. Perubahan terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi-kondisi baru yang timbul dengan pertumbuhan masyarakat.
b.      Perubahan yang terjadi secara cepat ( revolusi ) yaitu perubahan yang terjadi karena direncanakan terlebih dahulu maupun tanpa rencana.
     Begitu pula pergeseran tata cara ritual adat “Rebo Kasan” dan “Cerak Pantai” ternyata mengalami perubahan yang terjadi secara cepat ( revolusi ) pada saat adanya ikut campur pihak Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Pariwisata yang merubah sedikit dan menambah sedikit ritual dan acara tambahan dalam perayaan ritual tersebut. Hal ini tentunya membuat masyarakat menyesuaikan diri dengan keperluan dan kondisi baru yang timbul. Salah satu keperluannya yaitu untuk menarik minat wisatawan agar berkunjung ke daerah tersebut untuk mendukung program Pemerintah yaitu Visit Babel Arhci. Disamping itu juga terjadi perubahan secara lambat ( evolusi ) contohnya seperti perpindahan tempat pelaksanaan ritual, dahulu perayaannya hanya dirayakan per keluarga masing-masing di tepi pantai Air Anyer, namun kini sejak adanya Balai Desa dan Masjid maka perayaannya dilaksanakan secara bersama-sama di tempat yang telah di sediakan. Hal ini menunjukkan adanya perubahan evolusi yang berdampak positif bagi interaksi sosial masyarakat. Sedangkan untuk perayaan ritual “Cerak Pantai” pada masyarakat Suku Bugis Desa Batu Belubang perubahan secara lambat ( evolusi ) contohnya seperti para masyarakat tidak banyak yang tahu tat cara ritual penyerahan “sesajen” ke pantai pada saat pukul 24.00 WIB, karena hanya boleh di saksikan oleh Juru Kunci dan Tokoh masyarakat. Mereka yang terlibat dalam prosesi adat tersebut tidak menceritakan pada orang lain sehingga tidak ada yang tahu kecuali Juru Kunci dan Tokoh masyarakat yang melaksanakannya pada malam itu. Alasannya karena sangat bersifat sakral dan rahasia, dampaknya yaitu tata cara ritual hanya sedikit orang saja yang tahu dan hanya akan diwariskan pada murid kepercayaannya apabila yang bersangkutan telah meninggal dunia. Sedangkan untuk ritual “Selamatan Kapal Nelayan” pada masyarakat Desa Pangkal Arang, perubahan yang terjadi berlangsung secara lambat ( evolusi ) yaitu perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa suatu rencana atau kehendak tertentu. Perubahan terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi-kondisi baru yang timbul dengan pertumbuhan masyarakat serta adanya proses akulturasi budaya dengan mansyarakat pendatang. Sehingga berdampak negatif seperti semakin memudarnya perayaan ritual adat tersebut dan adat istiadat lainnya yang sebelumnya di laksanakan namun kini tidak dilaksanakan lagi.

     Masih dalam buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, tahun 2006 hal : 55-56, Prof. Dr. Soerjono Soekanto menyebutkan adanya faktor intern dan ekstern yang menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat, yaitu
Faktor Intern seperti :
a.       Bertambah dan berkurangnya penduduk karena perpindahan dari satu daerah ke daerah lain.
b.      Adanya penemuan-penemuan baru yang meliputi berbagai proses Discovery ( penemuan unsur kebudayaan baru ), Invention ( pengembangan dari discovery ), dan Innovation ( proses pembaruan ).
c.       Konflik dalam masyarakat
d.      Pemberontakan dalam tubuh masyarakat
Faktor Ekstern seperti :
a.       Faktor alam yang ada di sekitar masyarakat yang berubah
b.      Pengaruh kebudayaan lain dengan melalui adanya kontak kebudayaan antara dua masyarakat atau lebih yang memiliki kebudayaan yang berbeda.
     Apabila dikaitkan dengan pendapat Prof. Dr. Soerjono Soekanto dari faktor Intern, maka bertambah dan berkurangnya penduduk karena perpindahan dari satu daerah ke daerah lain sangat berpengaruh pada perayaan ritual adat yang memudar pada masyarakat Desa Pangkal Arang karena Pak Sya’din selaku Narasumber pun mengakui hal tersebut. Namun, faktor Ekstern yang di paparkan oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto tersebut juga menjadi salah satu faktor utama perubahan budaya dan sosial yang terjadi di masyarakat tersebut, 
                                                                         BAB III
KESIMPULAN

·         Ritual adat “Rebo Kasan” ini mengalami perubahan dalam pelaksanaan ritualnya, dapat dilihat dari prosesinya ada tahap-tahap yang di tambah-tambah oleh pihak Dinas Pariwisata Kabupaten Bangka dengan maksud untuk menarik perhatian wisatawan lokal maupun asing. Namun, pada tahun 2010 prosesinya sudah di kembalikan seperti sedia kala untuk menjaga kearifan lokal.
·         Ritual adat “Selamatan Kapal Nelayan”  sekarang ini sudah sangat jarang dilaksanakan karena pengaruh proses akulturasi budaya dari masyarakat pendatang lainnya yang berdampak pada semakin memudarnya adat istiadat asli masyarakat Nelayan tersebut.
·         Ritual “Cerak Pantai” sampai sekarang masih dilaksanakan secara berkesinambungan setiap tahunnya karena bertujuan untuk menolak atau antisipasi terhadap datangnya malapetaka di tahun depan pada saat para Nelayan menangkap ikan dan sebagai wujud rasa syukur serta terimakasih para Nelayan kepada Sang Pencipta Alam yang telah memberikan rezeki berupa hasil tangkapan ikan yang banyak. Tujuan lainnya dari ritual “Cerak Pantai” ini yaitu pesta pantai yang bertujuan untuk hiburan bagi masyarakat Desa Batu Belubang dan masyarakat pun bisa berkumpul untuk berinteraksi setelah hampir satu tahun lamanya menjalani rutinitas sehari-hari.
·         Semua Ritual ini, baik “Rebo Kasan”, “Selamatan Kapal Nelayan”, dan “Cerak Pantai” menunjukkan rasa kepedulian dan penghargaan masyarakat terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosialnya.
·         Masyarakat Desa yang melaksanakan ritual tersebut percaya bahwa ritual ini tujuannya adalah menolak datangnya bala atau musibah yang menimpa masyarakat Desa tersebut.
·         Dapat kita lihat bahwa adanya sikap saling bergotong-royong dalam mempersiapkan Ritual tersebut.
·         Perayaan Ritual tersebut bukan untuk satu agama saja, tetapi untuk seluruh masyarakat yang mau ikut berpartisipasi.
·         Perayaan Ritual tersebut juga dilaksanakan untuk melestarikan adat istiadat dan nilai-nilai budaya tradisional.
·         Kegiatan ini juga dapat mengggalakan wisata budaya dan sebagai hiburan bagi masyarakat.



PERMASALAHAN KEMISKINAN DI INDONESIA
I.                   Pendahuluan
Kemiskinan bukanlah permasalahan baru bagi setiap negara yang ada di dunia. Hanya saja tergantung dari peran Pemerintah Negara itu sendiri dalam menyikapi dan meanggulangi permasalahan kemiskinan tersebut. Dalam setiap pembangunan suatu negara, pemerataan di segala bidang menjadi tujuan utama dalam mensejahterakan masyarakatnya agar tercapai suatu keadaan yang disebut dengan “Masyarakat Madani”. Untuk mencapai hal ini, maka di butuhkan sistem pemerintahan yang Pro pada kepentingan masyarakatnya. Bukan hanya sekedar mencapai tujuan pribadi dan kelompoknya di atas penderitaan masyarakat yang berkelanjutan. Selain sistem pemerintahannya, harus di dukung pula dengan wakil rakyat yang memang benar-benar menepati sumpah jabatannya pada saat di lantik. Sesuai dengan janjinya di hadapan orang banyak bahwa yang bersangkutan akan melaksanakan tugasnya untuk mencapai kemakmuran masyarakatnya, bukan memakmurkan keluarganya agar bisa hidup di atas kemewahan materi dan menikmati stratifikasi sosialnya semasa bertugas.
Di Indonesia, pengentasan kemiskinan merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional. Namun, faktanya bahwa ini menjadi masalah klasik yang tak kunjung ada akhirnya. Harapan besar masyarakat Indonesia kelas bawah yaitu pemerataan di segala bidang dan berakhirnya penderitaan kemiskinan yang mereka alami. Untuk itu, menjadi pertanyaan besar yang menjadi bahan pemikiran kita bersama, mampukah permasalahan kemiskinan di Indonesia ini di selesaikan atau pun di minimalisirkan ? Berikut ini akan Penulis paparkan sedikit tentang kemiskinan di Indonesia dan memberikan solusinya, semoga bermanfaat untuk bahan diskusi kita bersama.
II.                Identifikasi masalah

Masyarakat Indonesia selalui di hantui oleh rasa takut akan kemiskinan, untuk tidak jatuh pada ranah tersebut banyak orang yang menghalalkan segala cara untuk memerangi kemiskinan. Kemiskinan yang bagaimana yang di maksud ? Mari kita bahas bersama.
Miskin menurut pengertian dari Kamus Ilmiah Populer susunan Pius A Partanto dan M.Dahlan Al Barry adalah tidak berharta ( hartanya tidak mencukupi kebutuhannya ), serba kekurangan.  Ini merupakan kemiskinan yang akan kita bahas, namun di samping itu istilah kemiskinan juga dipergunakan dalam berbagai kalimat seperti kemiskinan moral dan kemiskinan intelektual. Potret kemiskinan dapat kita lihat dari kekurangan materi yang melanda masyarakat, diantaranya kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan atau perumahan.
Orang-orang yang bagaimana yang di kategorikan miskin ? apakah orang-orang yang tidak bekerja atau pengangguran ? tidak hanya itu saja, menurut penulis orang-orang yang bekerja pun dapat di kategorikan miskin seperti orang-orang yang pekerjaannya hanya menjadi pedagang koran, pemulung, pedagang kaki lima, supir angkutan umum, buruh pabrik, buruh pelabuhan, tukang parkir, dan lain sebagainya yang penghasilannya tidak tetap dan bahkan berada di bawah UMR ( Upah Minimum Regional ). Kaum seperti mereka ini rasanya pantas apabila mendapatkan BLT ( bantuan langsung tunai), beda lagi dengan orang-orang yang bekerja dengan penghasilan diatas rata-rata dan teratur setiap bulannya dari perusahaan ternyata masih juga mengharap BLT. Apakah mereka tergolong orang yang miskin ? Ini namanya sengaja menjerat diri dalam ranah kemiskinan hanya untuk mendapatkan sedikit materi dari Pemerintah, selalu saja merasa tidak cukup atau tidak puas dengan keadaan yang telah di perjuangkannya. Kategori miskin lainnya selain dari jenis pekerjaan dan penghasilannya juga dapat di lihat dari tingkat kemampuannya dalam pemenuhan kebutuhan pokok keluarganya seperti sandang, pangan, dan papan ( perumahan ). Dapat kita lihat fenomena di sekeliling kita, banyak anak yang putus sekolah karena orang tuanya tidak mampu untuk membiayai pendidikan anaknya. Masalah lainnya seperti kemampuan dalam pemenuhan gizi, jangan kan memikirkan gizi, makan saja terkadang hanya dua kali sehari bahkan ada yang hanya satu kali sehari. Kategori lainnya yaitu orang-orang yang tidak punya rumah dan orang-orang yang rumahnya jauh dari kata layak huni seperti lantainya yang masih dari tanah atau bahkan atapnya pun dari daun rumbia, dengan fasilitas yang kurang terjamin sanitasinya. Perumahan yang layak masih menjadi suatu angan-angan saja bagi orang-orang miskin, beda sekali kategori layak yang ada dalam pemikiran Pemerintah. Di katakan layak namun jauh dari layak. Jadi, intinya mereka masih belum menikmati fasilitas agar jauh dari kategori orang-orang miskin.
Yang menjadi pemikiran penulis, saat ini masyarakat banyak mengaku miskin padahal mampu untuk kredit motor dan alat-alat elektronik lainnya hanya untuk mendapatkan bantuan dari Pemerintah seperti BLT ( bantuan langsung tunai ), zakat fitrah, Raskin ( beras miskin ) dan bantuan lainnya. Jangan mau mengkatogorikan diri sebagai orang miskin. Apa sebab dari kemiskinan ? kemiskinan diantaranya di sebabkan oleh  :
1.      Sistem yang tidak merata oleh Pemerintah yang memegang kekuasaan, pengentasannya yaitu dengan cara merubah sistem yang berlaku tersebut.
2.      Karena malas, tidak ada etos kerja, cepat merasa puas, tidak terampil, dan seterusnya. Cara mengentaskan yaitu dengan mengubah sifat pribadi yang negatif dengan sifat-sifat yang positif, konstruktif dan produktif, sehingga menjadi orang mapan dan sejahtera. Cara berpikir rasional harus di tumbuhkan, mau bekerja keras, tidak mudah putus asa, terampil dan terus menerus menambah pengetahuan dan penguasaaan teknologi. Hal ini tentunya harus juga di dukung oleh Pemerintah dengan cara memberikan pendidikan yang layak, pelatihan, dan pinjaman modal yang produktif agar masyarakat bisa merubah keadaan perekonomian yang mulanya di kategorikan miskin berubah menjadi masyarakat yang lebih sejahtera.
3.      Krisis ekonomi yang berkepanjangan, dampak dari permasalahan krisis ekonomi ini diantaranya makin meningkatnya anak putus sekolah, pengangguran karena di PHK oleh perusahaan, masyarakat yang menderita gizi buruk, busung lapar dan bahkan ada yang makan “nasi aking”.
4.      Selanjutnya juga disebabkan oleh masyarakat kategori ekonomi kelas menengah ke atas yang kurang memiliki rasa empati dan apatis terhadap orang-orang miskin di sekitarnya. Hal ini perlu kesadaran individu agar bisa membuka diri untuk lebih peka dalam membantu sesama. Wujud dari rasa empati dapat di lakukan secara individu maupun kolektif dengan cara di koordinir. Pembayaran zakat dan bersedekah pada fakir miskin jangan hanya menunggu saat bulan puasa saja, tetapi juga dapat di lakukan kapan saja agar dapat meringankan beban sesama. Sikap kurangnya empati masyarakat dan apatisme dapat menambah penderitaan kaum miskin sehingga terjadilah fenomena “bunuh diri”. Agar permasalahan ini tidak terjadi tentunya dapat di sikapi dengan cara lebih peka terhadap permasalahan yang di hadapi orang lain.
5.      Kebijakan Pemerintah juga tentunya menjadi penyebab kemiskinan, pada masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri dapat di lihat usahanya dalam menyusun kebijakan untuk menanggulangi kemiskinan seperti Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 124 tahun 2001 tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan. Namun faktanya kemiskinan belum juga terselesaikan. Jadi perlu adanya kebijakan pemerintah yang lebih konkrit lagi agar permasalahan kemiskinan dapat di minimalisirkan bahkan di selesaikan. Pemerintah masih tergolong lambat dan terkesan kurang serius dalam menanggapi masalah ini, sehingga permasalahan kemiskinan di Indonesia belum atau bahkan tidak dapat di selesaikan hingga saat ini. Sebenarnya Pemerintah sudah berusaha mengentas kemiskinan dengan cara melaksanakan berbagai program seperti raskin ( beras miskin ), dana Bos, BLT, pelatihan, dan sebagainya. Namun  pelaksanaanya kurang efektif sehingga tidak mencapai tujuan akhir dari program tersebut. Diantaranya di sebabkan oleh praktek KKN ( Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme ).
6.      Kondisi Geografis yang sulit dijangkau untuk memberikan bantuan juga menjadi salah satu penyebab kemiskinan yang tidak terselesaikan, karena jalan yang masih turun naik bukit, hutan belantara, menyeberangi sungai dan kondisi geografis lainnya yang menjadi salah satu kendala pemerataan pemberian bantuan dan pembangunan. Hal ini dapat berangsur-angsur di selesaikan dengan solusi yaitu membangun fasilitas jalan dan angkutan yang baik agar dapat mendistribusikan bantuan.
7.      Bencana Alam seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir, tsunami di Aceh, dan peristiwa lumpur PT.Lapindo Berantas di Sidoardjo Jawa Timur membuat masyarakat kehilangan harta bendanya sehingga mereka harus mengulang kembali membangun perekonomian dari awal lagi. Bantuan pemerintah dan masyarakat lainnya tidak cukup untuk membantu mereka dalam memulihkan materinya seperti semula.
Permasalahan kemiskinan ini dapat kita jumpai di kota besar seperti Jakarta yang menjadi Ibu Kota Negara dan juga di pedesaan di daerah Jawa dan Indonesia bagian timur. Contohnya di Jakarta, dapat kita lihat di daerah kali Ciliwung, Kali Angke, di sepanjang rel kereta api, dan bawah kolong jembatan. Padahal Jakarta merupakan daerah yang dekat dengan pusat Pemerintahan Pusat, tetapi masih saja kurang terjangkau dalam memberikan pelayanan yang lebih baik untuk meminimalisir angka kemiskinan. Apalagi daerah lainnya yang jauh dari jangkauan. Berbagai pekerjaan kaum miskin dapat kita lihat di kota-kota besar seperti pemulung, pengamen, pedagang asongan, pedagang kaki lima, peminta-minta atau nama lainya “Gepeng”.
Dampak permasalahan kemiskinan ternyata sangat kompleks, diantaranya yaitu :
1.      Pengangguran
Meningkatnya jumlah pengangguran menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat menjadi menurun. Karena mereka tidak memiliki pekerjaan sehingga tidak memiliki penghasilan untuk  memenuhi kebutuhan pokoknya.


2.      Menurunnya daya saing Indonesia terhadap negara lainnya
Buruknya pembangunan Sumber Daya Manusia menyebabkan melemahnya daya saing Indonesia terhadap negara lainnya. Daya saing menjadi ukuran dalam mengetahui kemampuan suatu negara dalam bersaing dengan negara-negara lainnya.
3.      Meningkatnya kriminalitas
Orang-orang yang menganggur atau pekerjaannya kurang mendapatkan penghasilan akan menyebabkan dirinya melakukan tindakan kriminalitas yang dapat merugikan orang lain. Diantaranya seperti perampokan, pencurian, pembunuhan, penculikan, penipuan, pembobolan ATM bahkan juga cara-cara rapi lainnya seperti melalui hipnotis, sms berhadiah, kupon berhadiah, menjadi makelar kasus, makelar pajak dan lain sebagainya.
4.      Meningkatnya angka anak-anak putus sekolah
Masyarakat miskin pada umumnya terkendala biaya pendidikannya, untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas maka konsekuensinya yaitu harus mau mengeluarkan biaya yang tidak sedikit atau mahal. Karena sekolah-sekolah yang tergolong berkualitas biaya pendidikannya kurang mampu di jangkau oleh masyarakat miskin. Akhirnya kondisi masyarakat miskin menjadi semakin terpuruk, rendahnya pendidikan anak-anaknya akan mengurangi kesempatan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak dan merubah perekonomian keluarganya. Ini dapat menyebabkan bertambahnya pengangguran karena tidak mampu bersaing di era globalisasi.
5.      Menurunnya tingkat kesehatan masyarakat miskin
Kesehatan merupakan anugerah terindah dari Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan kesehatan kita dapat melakukan berbagai aktivitas. Orang-orang yang mampu atau tergolong memiliki ekonomi kelas menengah ke atas memiliki jaminan kesehatan yang memadai. Namun, bagi masyarakat miskin yang rentan dengan penyakit sangatlah susah dalam mendapatkan fasilitas kesehatan, untuk berobat ke puskesmas saja mereka terkendala masalah keuangan. Hampir setiap rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya menerapkan tarif pengobatan yang sangat mahal dan tidak bisa di jangkau oleh masyarakat miskin. Kartu sehat ataupun surat jaminan kesehatan masyarakat tidak berjalan efektif, surat keterangan tidak mampu pun tidak menjadi bahan tolerir pihak rumah sakit. Sehingga mereka mendapat pelayanan yang buruk.
6.      Konflik Sosial bernuansa SARA ( suku, agama, dan ras )
Salah satu contohnya seperti kasus etnis Dayak dan Madura di Kalimantan, yang bertikai karena memperebutkan lahan pekerjaan. Hal ini salah satunya juga di sebabkan oleh kondisi kemiskinan yang semakin akut dan pembangunan yang tidak merata.
                   Tidak ada manusia yang ingin terlahir dalam keadaan ekonomi terpuruk atau miskin, semua orang ingin hidup layak dan mendapat pelayanan publik yang baik dari Pemerintah. Untuk itu seharusnya kita harus bahu membahu dalam memberikan bantuan pada yang membutuhkan, harus lebih peka terhadap penderitaan orang-orang di sekeliling kita.




III.             Pembahasan
Jacobus Ranjabar, S.H., M.Si dalam bukunya Perubahan Sosial dalam teori makro ( hal : 128-132, 2008 ) memaparkan bahwa kemiskinan merupakan isnpirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa dan motivasi fundamental dari cita-cita menciptakan masyarkat adil dan makmur. Maka dari itu, pembangunan dengan sistem desentralisasi yang berdasarkan Pancasila adalah pembangunan yang ingin membebaskan bangsa dan rakyat Indonesia dari kemiskinan, dan pembangunan yang berorientasi dan berkriteria pada nasib si miskin. Bila ditinjau secara umum penyebab dari kemiskinan di Indonesia dapat dikategorikan dalam tiga unsur, yaitu :
1.      Kemiskinan yang disebabkan oleh “handicap” badaniah ataupun mental seseorang
2.      Kemiskinan yang di sebabkan oleh bencana alam
3.      Kemiskinan buatan
Selanjutnya Jacobus Ranjabar pun memaparkan bahwa yang paling relevan adalah kemiskinan buatan, yaitu buatan manusia yang dari manusia dan terhadap manusia pula. Hal ini yang dinamakan kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang timbul oleh dan dari struktur-struktur ( buatan manusia ), baik struktur ekonomi, politik, sosial, dan kultur. Kemiskinan buatan itu timbulnya dan dimantapkan pula oleh : by appeasement ( sikap nrimo/nasib ) dan by neglect ( tidak menghiraukan/pengabaian atau anggap enteng, tidak urgen, malahan subversif ). Sikap ini terdapat pula dalam masyarakat dan birokrasi. Padahal aparatur negara atau aparatur pemerintah/birokrasi adalah “alat” yang harus mengabdi kepada negara dan masyarakat. Birokrasi bukanlah hulubalang kekuasaan.
     Untuk di Indonesia sendiri, permasalahan kemiskinan tidak terselesaikan bisa juga karena faktor yang di paparkan di atas. Pembangunan memang sudah berdasarkan sistem desentralisasi, namun penerapannya belumefektif dan belum berdasarkan Pancasila. Berikutnya juga karena faktor mental dari orang-orang miskin itu sendiri yang makin memperparah keadaan perekonomian mereka, seperti sikap malas, mudah putus asa, hanya berharap pada bantuan pemerintah saja, serta kemisikinan buatan yang di kondisikan oleh oknum-oknum yang berada pada ranah birokrasi, yang selalu menanggap bahwa kemiskinan itu adalah permasalahan yang wajar-wajar saja dan merupakan masalah yang gampang di selesaikan. Ini lah yang di namakan kemiskinan struktural tersebut.
      Selanjutnya dalam buku Sosiologi Suatu Pengantar ( hal : 320, 2009 ), Soerjono Soekanto memaparkan bahwa dalam masyarakat modern yang rumit, kemiskinan menjadi suatu masalah sosial karena sikap membenci kemiskinan itu sendiri. Seseorang merasa miskin bukan karena kurang makan, pakaian, atau perumahan, tetapi karena harta miliknya dianggap tidak cukup memenuhi taraf hidup yang ada. Hal ini terlihat di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Seseorang dianggap miskin karena tidak memiliki radio, televisi, atau mobil sehingga lama-kelamaan benda-benda sekunder tersebut dijadikan ukuran bagi keadaan sosial-ekonomi seseorang, yaitu apakah dia miskin atau kaya. Persoalan menjadi lain lagi bagi mereka yang turut dalam arus urbanisasi, tetapi gagal mencari pekerjaan. Bagi mereka pokok persoalan kemiskinan disebabkan tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer sehingga timbul tuna karya, tuna susila, dan lain sebagainya. Secara sosiologis, sebab-sebab timbulnya masalah tersebut adalah karena salah satu lembaga kemasyarakatan tidak berfungsi dengan baik, yaitu lembaga kemasyarakatan di bidang ekonomi. Kepincangan tersebut akan menjalar ke bidang-bidang lainnya, misalnya pada kehidupan keluarga yang tertimpa kemiskinan tersebut.
Jeremy Seabrook dalam Peter Beilharz di bukunya Teori-teori Sosial ( hal : 322-324, 2002 ) memaparkan bahwa bencana paling besar yaitu pemiskinan jiwa manusia, kealpaan terhadap indentitas manusia, dan perbudakan terhadap kapasitas dan kreativitas manusia demi pemujaan terhadap uang. Di negara-negara kaya di Utara, golongan “semi proletariat” kini justru lebih banyak dibanding “proletariat” yang sesungguhnya. Jadi, terdapat kelompok “kaum miskin baru” kedua yang dapat di identifikasikan Seabrook sebagai “kelas pelayan” baru seperti kaum pekerja tak terampil, musiman, tak terorganisir, yang ingin bebas dari beban kerja kasar, baik buruh pabrik maupun buruh masak dan buruh rumah tangga yang kini memasuki dunia kerja baru sebagai pelayan restoran, pengasuh anak, bandar judi, pembantu rumah tangga, supir pribadi, penerima tamu, pengantar tamu, satpam, juru ketik, pelayan toko, dan sebagainya.
Pendapat dari Soerjono Soekanto dan Jeremy Seabrook dalam Peter Beilharz tersebut juga dapat kita lihat pada kondisi saat ini, timbulnya masyarakat miskin kelas baru. Seseorang merasa miskin bukan karena kurang makan, pakaian, atau perumahan, tetapi karena harta miliknya dianggap tidak cukup memenuhi taraf hidup yang ada. Karena harta di anggap sebaai suatu alat untuk mencapai kedudukan sosial yang lebih baik di dalam masyarakat, agar adannya penghargaan dari masyarakat lainnya. Sehingga tidak menutup kemungkinan untuk menghalalkan segala cara dalam mengumpulkan harta tersebut seperti yang di lakukan para “Markus” dan “Makelar Pajak”. “Kaum miskin baru” yang di katakan Jeremy Seabrook dalam Peter Beilharz pun terdapat banyak di Indonesia, mereka juga tergolong orang-orang yang kurang bisa memenuhi kebutuhan pokok hidupnya sehingga terkadang masih saja mengaku miskin agar mendapatkan bantuan Pemerintah seperti BLT, Raskin, Uang zakat lainnya, perumahan layak huni dan lain sebagainya. Jangan mau untuk mengaku miskin kalau kita masih mampu berdiri di atas kaki sendiri, berusaha semaksimal mungkin dan tidak mudah putus asa. Hilangkan sikap mental penjajah yang di wariskan oleh bangsa kolonial kalau kita ingin menjadi masyarakat yang terbebas dari permasalahan kemiskinan. Perbaikan mutu pendidikan harus kita lakukan agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Amin.
IV.             Kesimpulan
Permasalahan kemiskinan berkaitan dengan aspek-aspek materi, seperti pendapatan dan pendidikan dan aspek-aspek non materi seperti hak untuk hidup layak. Berhasilnya pengentasan kemiskinan merupakan salah satu keberhasilan di bidang pembangunan. Maka dari itu di perlukan alternatif kebijakan-kebijakan dalam penanggulanganya, di antaranya dapat dilakukan seperti :
1.      Pendataan masyarakat miskin secara berkala dan berkelanjutan
2.      Pemerintah dan Swasta atau investor menyediakan peluang kerja di berbagai sektor
3.      Memberikan pinjaman modal tanpa jaminan dengan bunga yang rendah
4.      Pemanfaatan lahan tidur dan lahan eks tambang yang bisa di perbaiki
5.      Peningkatan pelayanan pemerintah kepada masarakat terutama di bidang kesehatan , pendidikan , dan layanan publik.
6.      Memberikan pelatihan keterampilan dan pelatihan kerja bagi pengangguran
7.      Pendekatan-pendekatan melalui sosialisasi yang berkelanjutan dan membuka kesempatan masyarakat miskin untuk mengemukakan pendapatnya
8.      Pembangunan yang merata di segala bidang tanpa memandang bahwa kondisi geografis menjadi penghambat terbesar, karena semua dapat di tanggulangi secara berangsur-angsur
9.      Pemberantasan KKN ( Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ) agar tidak ada penyalahgunaan hak dalam jabatan strategis di Pemerintahan maupun Swasta.
10.  Menindak tegas oknum-oknum yang merugikan Negara dan masyarakat miskin
V.                Daftar Pustaka
Buku
Beilharz Peter. 2002. Teori-teori Sosial : Observasi Kritis Terhadap Para Filosof Terkemuka. Pustaka Pelajar :Yogyakarta.
Paranto A Pius, Al Barry Dahlan M. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Arkola : Surabaya.
Ranjabar Jacobus, S.H.,M.Si. 2008. Perubahan Sosial Dalam Teori Makro : Pendekatan realitas Sosial. Alfabeta : Bandung.
Raho Bernard, SVD. 2007. Teori Sosiologi Modern. Prestasi Pustaka Publisher : Jakarta.
Soekanto Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. PT.Raja Grafindo Persada : Jakarta. 
Internet :
http://suarapembaca.detik.com/read/2010/02/22/081829/1303963/471/indonesia-dan-problem-kemiskinan

  • Provinsi Kep.Bangka Belitung

    Provinsi Kep.Bangka Belitung

    Pengikut

    Mengenai Saya

    Foto saya
    Pangkalpinang, Bangka Belitung, Indonesia
    presenter news n host talkshow di tv lokal bangka belitung

    Kontak YM