RITUAL ADAT ISTIADAT
 DALAM KEBUDAYAAN MASYARAKAT MARITIM BANGKA
( DESA AIR ANYER KABUPATEN BANGKA INDUK,
DESA PANGKAL ARANG KOTA MADYA PANGALPINANG,
 DAN DESA BATU BELUBANG KABUPATEN BANGKA TENGAH )
BAB I
PENDAHULUAN

                   1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam masyarakat Indonesia, terdapat beraneka ragam budaya antara lain berupa upacara tradisional dan adat-istiadat yang perlu dilestarikan, karena di dalamnya terkandung makna nilai-nilai luhur yang tinggi yang dapat mempengaruhi masyarakat pendukungnya untuk berinteraksi secara aktif dan efektif sehingga mampu membina budi pekerti luhur. Pada umumnya, tradisi-tradisi yang ada di Indonesia merupakan warisan dari generasi sebelumnya. Tradisi tersebut ada yang mengalami perubahan dan kemudian hilang, ada juga yang dipelihara dan dikembangkan sehingga dapat disaksikan oleh generasi selanjutnya.
Dalam tulisan ini di jelaskan salah satu upacara adat yang masih dilaksanakan secara rutin di lingkungan masyarakat Bangka yaitu pelaksanaan upacara seperti upacara Rebo Kasan, Ritual Selamatan Kapal Nelayan, dan Cerak Pantai. Kemudian akan di bahas dengan teori yang berhubungan dengan masing-masing pembahasan yang telah di identifikasikan.
                   1.2 Rumusan Masalah
     Dari Latar Belakang di atas maka ada beberapa rumusan masalah yang dibahas yaitu sebagai berikut :
1.      Bagaimana tata cara ritual adat istiadat yang ada pada masing-masing kelompok masyarakat Desa tersebut ( Desa Air Anyer Kabupate Bangka, Desa Pangkal Arang Kota Madya Pangkalpinang, dan Desa Batu Belubang Kabupaten Bangka Tengah ) ?
2.      Apakah Ritual Adat tersebut masih tetap di laksanakan ? Jelaskan ?
3.      Teori yang berhubungan dengan masing-masing pembahasan ?

1.3 Tujuan
Beberapa pembahasan yang kami paparkan di dalam makalah ini merupakan tugas kuliah Kajian Sosial Budaya Masyarakat Maritim yang bertujuan untuk mengetahui dan memperdalam pengetahuan di bidang mata pencaharian Nelayan yang ada di masyarakat pesisir pantai di beberapa desa yang menjadi objek penelitian kami. Kemudian membahasnya kembali dengan teosri-teori yang berhubungan dengan pembahasan masalah agar bisa menemukan benang merah dan ide-ide yang dapat membantu pemerintah untuk mempertahankan ritual adat istiadat tersebut karena merupakan kekayaan budaya bangsa yang harus tetap di lestarikan. 
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH DAN PEMBAHASAN
A.    Ritual Rebo Kasan Dalam Kebudayaan Masyarakat Desa Air Anyer Kabupaten Bangka
Ritual Adat Rebo Kasan merupakan upacara adat tolak bala yang disimbolkan dengan ' ketupat lepas ' dan 'air wafa'. Ritual ini dilaksanakan secara turun temurun setiap tahunnya oleh penduduk desa Air Anyir, dusun tembran, dan dusun mudel Kecamatan Merawang. Hal ini merupakan agenda tahunan setiap tanggal 24 safar ( hijriyah ). Untuk tahun 2010,  ritual Rebo Kasan dilaksanakan di Masjid Baitul Islam Dusun Temberan, Desa Air Anyir Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka dan Pantai Batu Karang Mas Desa Air Anyir pada hari Rabu, tepatnya pada tanggal 10 Februari 2010 berlangsung ramai dan meriah. Warga dari berbagai daerah di Kabupaten Bangka beramai-ramai datang ke Desa Temberan dan Air Anyir untuk melihat secara langsung prosesi ritual Rebo Kasan yang merupakan upacara ritual tolak bala dibulan Shafar berdasarkan penanggalan Islam, kalender Hijriah.
Dahulu kala, acara Rebo Kasan hanya di rayakan di masing-masing keluarga di pantai Air Anyir. Di laksanakan di pantai dengan alasan bahwa dahulu di desa tersebut belum ada masjid ataupun balai desa. Seiring dengan perkembangan zaman maka perayaan Rebo Kasan kemudian dilaksanakan secara bersama-sama di desa tersebut. Setiap tahunnya tempat pelaksanaan perayaan Rebo Kasan bergiliran dari desa Air Anyir, dusun Temberan, dan dusun Mudel.
Warga Desa Air Anyir, Kabupatan Bangka mempercayai bahwa “Rebo Kasan” ( rabu terakhir ) yang merupakan ritual agama bisa menolak datangnya bala atau musibah yang menimpa desa itu. Jauh hari sebelum perayaannya, semua warga di Desa Air Anyir sudah sibuk menyiapkan ketupat tolak bala dan aneka jenis makanan untuk ritual “Rebo Kasan”. Pada hari perayaannya warga meninggalkan segala aktivitas kesehariannya dan mengikuti ritual “Rebo Kasan” yaitu berdoa bersama yang dipandu oleh para alim ulama di desa itu untuk menolak datangnya bala.   Pada hari Rebo Kasan itu setiap warga dianjurkan tidak mengerjakan pekerjaan berat dan bepergian jauh sampai pukul 14.00 WIB karena menurut mereka suasana di hari Rabu terakhir pada bulan Shafar bisa mendatangkan berbagai bencana yang menimpa desa itu jika ritual “Rebo Kasan tidak dilaksanakan. Jadi, sejak malam Rabu hingga siangnya, semua warga sudah berkumpul di rumahnya untuk menyambut Rebo Kasan. Warga diminta berkumpul dan bersama-sama membaca doa agar terhindar dari berbagai macam bala.Perayaan “Rebo Kasan” sangat ditunggu warga karena pada hari itu, disamping mengikuti ritual agama dengan doa dan makan bersama, juga sebagai ajang silaturrahmi dari rumah ke rumah warga. Pada pagi hingga malam di hari “Rebo Kasan”, rumah-rumah warga ramai dikunjungi warga lainnya secara silih berganti untuk bersilahturahmi dan di rumah warga tersedia aneka makanan dan minuman, layaknya seperti suasana Hari Raya Idul Fitri.  Para warga sekitar dan masyarakat dari berbagai kampung kadang sengaja datang untuk mengambil air yang sudah dibaca-bacakan oleh tetua adat dan tokoh agama setempat yang dipercayai bisa mengusir bala. Ritual Rebo Kasan ini mengundang perhatian masyarakat luas, tidak saja warga Kabupaten Bangka tetapi juga dari kabupaten lainnya yang berdatangan untuk melihat ritual “Rebo Kasan” yang merupakan perpaduan antara agama, adat dan budaya daerah itu.
Kepala Desa Air Anyir, Bapak Abdurrahman mengatakan bahwa nama Rebo Kasan berasal dari kata Rabu Kasat yang artinya hari rabu terakhir dibulan Shafar.  Menurut keterangan beberapa ulama di Bangka, setiap tahun pada Rabu terakhir bulan Shafar, Allah SWT menurunkan bermacam-macam bala` besar, mulai terbit fajar sampai siang harinya. Pelaksanaan Rebo Kasan diadakan diujung batas kampung dengan membawa makanan atau bubur merah putih, `ketupat tolak bala` dan `air wafak`( air tolak bala ). Ketupat tolak bala terbuat dari janur kuning yang dianyam dan pada bagian pangkal maupun ujung ketupat itu bisa langsung terbuka hanya dengan satu tarikan. Ketupat tolak bala itu sebagai simbol bahwa mungkin bala sudah terhindar dari kampung ini. Ketupat itu hanya ketupat kosong, tidak diisi beras maupun ketan.

Selain mengandung nilai-nilai budaya yang tinggi,  ritual “Rebo Kasan” ini kental dengan nilai sosial dan silaturahim yang unik. Dengan besarnya potensi yang terkandung dalam kegiatan ini. Dengan di perayaan ini, selain dengan maksud dan tujuan untuk menolak bala, menurut kami juga dapat menarik perhatian semua pihak untuk datang ke Desa Air Anyir tersebut. Manfaat lainnya yaitu agar kawasan ini menjadi kawasan lebih terbuka dan berkembang menjadi lebih baik. Hal ini juga bisa menjadi peluang secara ekonomi, seiring dengan rencana pengembangan kawasan ini yang akan menjadi kawasan wisata. Karena daerah ini akan dibangun PLTU, jalan lintas timur, rumah sakit umum tingkat provinsi dan fasilitas pendukung lainnya.
Perayaan ritual ini sampai sekarang tetap dilaksanakan setiap tahunnya karena masyarakat percaya bahwa dengan dilaksanakannya ritual ini, maka untuk satu tahun ke depan mereka terbebas dari petaka atau musibah yang diturunkan Allah SWT pada saat mereka mencari nafkah seperti nelayan atau pun berkebun.
B.     Ritual Selamatan Kapal Nelayan Dalam Kebudayaan Masyarakat Nelayan Desa Pangkal Arang Kota Madya Pangkalpinang
Dalam masyarakat Nelayan Desa Pangkal Arang, ritual “Selamatan Kapal Nelayan” ini merupakan adat istiadat yang juga sudah ada dari zaman dahulu, namun untuk waktu pastinya tidak bisa di ketahui karena tidak di inventarisir secara jelas. Pelaksanaan “Selamatan Kapal Nelayan” ini dilaksanakan pada saat perahu baru akan di turunkan ke laut atau pun perahu yang hendak di turunkan dari penggalangan kapal seretalh di perbaiki. Tujuan dari ritual ini yaitu untuk memohon di berikan rezeki dan limpahan hasil tangkapan ikan yang banyak bagi para Nelayan, serta untuk menolak datangnya petaka di lautan ketika sedang menjaring ikan. Contohnya seperti petaka gelombang besar dan para bajak laut ataupun Perompak yang sangat membahayakan keselamatan para Nelayan lainnya. Dahulunya, pelaksanaan ritual ini dilaksanakan diatas kapal yang akan di do’a kan. Namun, beberapa kendala yang di hadapi seperti ukuran kapal yang kecil sehinga tidak bisa menampung muatan orang-orang yang akan mengikuti ritual maka perayaannya dialihkan di rumah warga yang melaksanakan ritual “Selamatan Kapal Nelayan” tersebut. Makanan yang disajikan dalam ritual ini seperti nasi atau bubur, sesuai dengan kemampuan dari orang yang menyelenggarakan “Selamatan Kapal Nelayan”.
Namun, seiring perkembangan zaman dan adanya proses akulturasi budaya dari masyarakat pendatang lainnya maka adat istiadat ini semakin memudar dan jarang sekali di rayakan. Pada saat dilaksanakan wawancara terhadap beberapa narasumber yang ada di Desa Pangkal Arang, ternyata Ketua Adat atau Tokoh Masyarakat untuk menggantikan yang lama baru saja terpilih sehingga baru akan di susun dan di angkat kembali semua perayaan adat istiadat yang dahulunya sempat ada di dalam masyarakat Desa Pangkal Arang.
C.    Ritual Cerak Pantai Dalam Kebudayaan Masyarakat Nelayan Desa Batu Belubang Kabupaten Bangka Tengah

Ritual Cerak Pantai ini merupakan adat istiadat masyarakat nelayan suku Bugis yang ada di Desa Batu Belubang Kabupaten Bangka Tengah. Kata “Cerak” berasal dari bahasa Suku Bugis yang berarti Pesta. Jadi, “Cerak Pantai” merupakan tradisi adat pesta pantai yang diselenggarakan oleh masyarakat suku Bugis yang mayoritas bermata pencaharian sebagai Nelayan. Ritual “Cerak Pantai” ini sudah dilaksanakan dari zaman dahulu, namun untuk waktunya sendiri tidak bisa dipastikan oleh Bapak Bachtiar selaku Narasumber, karena sepengetahuan beliau sejak beliau masih kanak-kanak ritual ini sudah dilaksanakan secara berkesinambungan setiap tahunnya. Pelaksanaan ritual “Cerak Pantai” ini di selenggarakan setiap tahun pada bulan Desember atau sebelum tahun baru. Dengan tujuan untuk menolak atau antisipasi terhadap datangnya malapetaka di tahun depan pada saat para Nelayan menangkap ikan dan sebagai wujud rasa syukur serta terimakasih para Nelayan kepada Sang Pencipta Alam yang telah memberikan rezeki berupa hasil tangkapan ikan yang banyak. Tujuan lainnya dari ritual “Cerak Pantai” ini yaitu pesta pantai yang bertujuan untuk hiburan bagi masyarakat Desa Batu Belubang dan masyarakat pun bisa berkumpul untuk berinteraksi setelah hampir satu tahun lamanya menjalani rutinitas sehari-hari.
Perayaan “Cerak Pantai” ini dahulu hanya dihadiri oleh masyarakat Desa Batu Belubang dan masyarakat yang ada di sekitar desa tersebut. Namun, sekarang ini perayaan dari ritual ini sudah mendapat perhatian dari pihak Pemerintah Daerah, sehingga mereka pun turut di undang oleh Tokoh Masyarakat Suku Bugis Desa Batu Belubang untuk sama-sama mengikuti ritual “Cerak Pantai” ini. Tata cara pelaksanaan ritual “Cerak Pantai” ini yaitu ada dua sesi yaitu pada malam hari dan ke esokan harinya pada siang hari. Untuk ritual pada malam harinya tidak semua masyarakat desa yang di ikut sertakan. Yang menjalani ritual hanya Juru Kunci dan Tokoh Masyarakat yang di tua kan di Suku Bugis. Pelaksanaannya tepat pada pukul 24.00 WIB atau jam 12 malam di rumah Juru Kunci yang menghadap ke arah pantai. Karena mereka akan menyerahkan “Sesajen” atau barang saji-sajian yang di hanyutkan di tepi pantai. Adapun bahan makanan yang menjadi sajian yang akan dihanyutkan di tepi pantai tersebut yaitu ayam panggang yang diletakkan di atas rakit, pisang, ketan, kepala ayam kampung, kepala kambing, atau pun kepala sapi. Ayam yang disajikan harus sepasang yaitu betina dan jantan dan harus berwarna hitam. Tidak tahu pastinya mengapa harus berwarna hitam, namun Pak Bachtiar selaku narasumber menyatakan bahwa ini merupakan kepercayaan dari nenek moyang yang telah mereka lestarikan dari sejak dahulu. Hewan besar seperti kambing dan sapi yang kepalanya digunakan untuk “Sesajen” tersebut, dagingnya dimasak secara bersama-sama oleh masyarakat Desa Batu Belubang untuk di konsumsi secara bersama-sama ketika perayaan “Cerak Pantai” siang harinya setelah malam harinya melakukan seserahan sesajian oleh Juru Kunci dan Tokoh Masyarakat ke tepi pantai. Tidak banyak yang tahu bagaimana ritual malam hari “Cerak Pantai” ini karena dilaksanakan tepat pada pukul 24.00 WIB ketika masyarakat Desa Batu Belubang sudah tidur dan berhenti dari segala rutinitasnya. Para anak muda tidak pernah di ceritakan secara mendalam tentang tata cara pelaksanaan ritual ini, dengan alasan bahwa ritual ini bersifat sangat sakral.
Ke esokan harinya, pada siang hari masyarakat Desa Batu Belubang dan para undangan merayakan ritual “Cerak Pantai” dengan berbagai hiburan seperti permaianan Gaple bagi para laki-laki, hiburan orgen tunggal, dan makan bersama di dermaga atau di tepi pantai. Makanan yang di makan adalah daging dari kambing atau sapi yang kepalanya telah dijadikan bahan sesaji untuk seserahan atau “Sesajen”. Serta makanan lainnya yang merupakan hasil sumbangan uang yang telah dikumpulkan sebelum perayaan “Cerak Pantai”. Untuk besar kecil dan banyak sedikitnya makanan yang di sajikan pada siang hari tersebut tergantung dana yang dikumpulkan pada saat musyawarah Desa. Musyawarah Desa dilaksanakan beberapa hari sebelum perayaan “Cerak Pantai” untuk menentukan jumlah uang yang di kumpulkan, jenis makanan yang akan jadi “Sesajen”, bahan makanan untuk perayaan siang harinya, tempat untuk bergotong-royong mempersiapkan makanan, hiburan yang akan di selenggarakan, serta dermaga atau tepi pantai tempat pelaksanaan makan bersama serta hiburan siang hari dari perayaan “Cerak Pantai”. Uang yang di kumpulkan bersifat swadaya dari masyarakat yang terdiri dari para nelayan ( Orang Bagan ), para perebus ikan ( Orang Rebus ), dan para masyarakat yang bermata pencaharian sebagai penambang Timah Inkonvensional ( Orang T.I ). Pada saat musyawarah desa juga ditentukan bendahara yang akan mengatur uang yang telah terkumpul. Ritual “Cerak Pantai” ini masih tetap dilaksanakan setiap tahunnya, tidak lama lagi akan masuk bulan Desember, maka masyarakat pun akan segera melaksanakan musyawarah kampung untuk mempersiapkan acara tersebut.
Perayaan lain yang juga masih sering dilaksanakan masyarakat Suku Bugis Desa Batu Belubang yaitu perayaan Maulid Nabi Muhammmad SAW. Perayaan ini identik dengan telur yang dihias warna-warni dengan tempelan miniatur orang-orangan yang dibentuk dan di gunting menyerupai orang-orangan dengan maksud sebagai simbol seserahan bagi orang-orang yang telah meninggal. Telur yang telah dimasak dan di hias di tancapkan di batang pisang yang telah di tanam di ketan yang telah di masak dan di wadahkan di dalam tempayan. Namun, perayaan yang paling di utamakan hanyalah “Cerak Pantai” karena khas adat Nelayan Suku Bugis Desa Batu Belubang.

D.    Pembahasan dari Perspektif Teori Sosiologi
     Menurut Selo Soemarjan ( Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, tahun 2006 hal : 50-51 ) bahwa antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan memiliki satu aspek yang sama, yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Jadi, perubahan sosial tidak dapat dilepaskan dari perubahan kebudayaan. Hal ini disebabkan kebudayaan merupakan hasil dari adanya masyarakat, sehingga tidak akan ada kebudayaan apabila tidak ada masyarakat yang mendukungnya dan tidak ada satu pun masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan. 
     Selanjutnya, bentuk-bentuk perubahan sosial menurut Soerjono Soekanto yang berhubungan dengan pembahasan (Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, tahun 2006 hal : 54 ) yaitu perubahan yang terjadi secara lambat ( evolusi ) dan cepat ( revolusi ) :
a.       Perubahan yang terjadi secara lambat ( evolusi ) yaitu perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa suatu rencana atau kehendak tertentu. Perubahan terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi-kondisi baru yang timbul dengan pertumbuhan masyarakat.
b.      Perubahan yang terjadi secara cepat ( revolusi ) yaitu perubahan yang terjadi karena direncanakan terlebih dahulu maupun tanpa rencana.
     Begitu pula pergeseran tata cara ritual adat “Rebo Kasan” dan “Cerak Pantai” ternyata mengalami perubahan yang terjadi secara cepat ( revolusi ) pada saat adanya ikut campur pihak Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Pariwisata yang merubah sedikit dan menambah sedikit ritual dan acara tambahan dalam perayaan ritual tersebut. Hal ini tentunya membuat masyarakat menyesuaikan diri dengan keperluan dan kondisi baru yang timbul. Salah satu keperluannya yaitu untuk menarik minat wisatawan agar berkunjung ke daerah tersebut untuk mendukung program Pemerintah yaitu Visit Babel Arhci. Disamping itu juga terjadi perubahan secara lambat ( evolusi ) contohnya seperti perpindahan tempat pelaksanaan ritual, dahulu perayaannya hanya dirayakan per keluarga masing-masing di tepi pantai Air Anyer, namun kini sejak adanya Balai Desa dan Masjid maka perayaannya dilaksanakan secara bersama-sama di tempat yang telah di sediakan. Hal ini menunjukkan adanya perubahan evolusi yang berdampak positif bagi interaksi sosial masyarakat. Sedangkan untuk perayaan ritual “Cerak Pantai” pada masyarakat Suku Bugis Desa Batu Belubang perubahan secara lambat ( evolusi ) contohnya seperti para masyarakat tidak banyak yang tahu tat cara ritual penyerahan “sesajen” ke pantai pada saat pukul 24.00 WIB, karena hanya boleh di saksikan oleh Juru Kunci dan Tokoh masyarakat. Mereka yang terlibat dalam prosesi adat tersebut tidak menceritakan pada orang lain sehingga tidak ada yang tahu kecuali Juru Kunci dan Tokoh masyarakat yang melaksanakannya pada malam itu. Alasannya karena sangat bersifat sakral dan rahasia, dampaknya yaitu tata cara ritual hanya sedikit orang saja yang tahu dan hanya akan diwariskan pada murid kepercayaannya apabila yang bersangkutan telah meninggal dunia. Sedangkan untuk ritual “Selamatan Kapal Nelayan” pada masyarakat Desa Pangkal Arang, perubahan yang terjadi berlangsung secara lambat ( evolusi ) yaitu perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa suatu rencana atau kehendak tertentu. Perubahan terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi-kondisi baru yang timbul dengan pertumbuhan masyarakat serta adanya proses akulturasi budaya dengan mansyarakat pendatang. Sehingga berdampak negatif seperti semakin memudarnya perayaan ritual adat tersebut dan adat istiadat lainnya yang sebelumnya di laksanakan namun kini tidak dilaksanakan lagi.

     Masih dalam buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, tahun 2006 hal : 55-56, Prof. Dr. Soerjono Soekanto menyebutkan adanya faktor intern dan ekstern yang menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat, yaitu
Faktor Intern seperti :
a.       Bertambah dan berkurangnya penduduk karena perpindahan dari satu daerah ke daerah lain.
b.      Adanya penemuan-penemuan baru yang meliputi berbagai proses Discovery ( penemuan unsur kebudayaan baru ), Invention ( pengembangan dari discovery ), dan Innovation ( proses pembaruan ).
c.       Konflik dalam masyarakat
d.      Pemberontakan dalam tubuh masyarakat
Faktor Ekstern seperti :
a.       Faktor alam yang ada di sekitar masyarakat yang berubah
b.      Pengaruh kebudayaan lain dengan melalui adanya kontak kebudayaan antara dua masyarakat atau lebih yang memiliki kebudayaan yang berbeda.
     Apabila dikaitkan dengan pendapat Prof. Dr. Soerjono Soekanto dari faktor Intern, maka bertambah dan berkurangnya penduduk karena perpindahan dari satu daerah ke daerah lain sangat berpengaruh pada perayaan ritual adat yang memudar pada masyarakat Desa Pangkal Arang karena Pak Sya’din selaku Narasumber pun mengakui hal tersebut. Namun, faktor Ekstern yang di paparkan oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto tersebut juga menjadi salah satu faktor utama perubahan budaya dan sosial yang terjadi di masyarakat tersebut, 
                                                                         BAB III
KESIMPULAN

·         Ritual adat “Rebo Kasan” ini mengalami perubahan dalam pelaksanaan ritualnya, dapat dilihat dari prosesinya ada tahap-tahap yang di tambah-tambah oleh pihak Dinas Pariwisata Kabupaten Bangka dengan maksud untuk menarik perhatian wisatawan lokal maupun asing. Namun, pada tahun 2010 prosesinya sudah di kembalikan seperti sedia kala untuk menjaga kearifan lokal.
·         Ritual adat “Selamatan Kapal Nelayan”  sekarang ini sudah sangat jarang dilaksanakan karena pengaruh proses akulturasi budaya dari masyarakat pendatang lainnya yang berdampak pada semakin memudarnya adat istiadat asli masyarakat Nelayan tersebut.
·         Ritual “Cerak Pantai” sampai sekarang masih dilaksanakan secara berkesinambungan setiap tahunnya karena bertujuan untuk menolak atau antisipasi terhadap datangnya malapetaka di tahun depan pada saat para Nelayan menangkap ikan dan sebagai wujud rasa syukur serta terimakasih para Nelayan kepada Sang Pencipta Alam yang telah memberikan rezeki berupa hasil tangkapan ikan yang banyak. Tujuan lainnya dari ritual “Cerak Pantai” ini yaitu pesta pantai yang bertujuan untuk hiburan bagi masyarakat Desa Batu Belubang dan masyarakat pun bisa berkumpul untuk berinteraksi setelah hampir satu tahun lamanya menjalani rutinitas sehari-hari.
·         Semua Ritual ini, baik “Rebo Kasan”, “Selamatan Kapal Nelayan”, dan “Cerak Pantai” menunjukkan rasa kepedulian dan penghargaan masyarakat terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosialnya.
·         Masyarakat Desa yang melaksanakan ritual tersebut percaya bahwa ritual ini tujuannya adalah menolak datangnya bala atau musibah yang menimpa masyarakat Desa tersebut.
·         Dapat kita lihat bahwa adanya sikap saling bergotong-royong dalam mempersiapkan Ritual tersebut.
·         Perayaan Ritual tersebut bukan untuk satu agama saja, tetapi untuk seluruh masyarakat yang mau ikut berpartisipasi.
·         Perayaan Ritual tersebut juga dilaksanakan untuk melestarikan adat istiadat dan nilai-nilai budaya tradisional.
·         Kegiatan ini juga dapat mengggalakan wisata budaya dan sebagai hiburan bagi masyarakat.



0 Responses

Posting Komentar

  • Provinsi Kep.Bangka Belitung

    Provinsi Kep.Bangka Belitung

    Pengikut

    Mengenai Saya

    Foto saya
    Pangkalpinang, Bangka Belitung, Indonesia
    presenter news n host talkshow di tv lokal bangka belitung

    Kontak YM